Oleh Teacher Suk Sun
[Aku mau menceritakan tentang ketetapan TUHAN; Ia berkata kepada-Ku: “Anak-Ku Engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini”] (Mzm 2:7).
Anak yang Anda
lahirkan sendiri adalah anak kandung Anda. Hanya karena Anda mengambil anak orang lain dan membuat
dokumen-dokumen untuk menjadikan dia anak Anda tidak berarti bahwa dia adalah anak kandung Anda. Meskipun Anda menyiapkan dokumen yang cukup untuk membuatnya
menjadi beberapa buku, anak itu hanya akan menjadi anak Anda berdasarkan
dokumen; Anda tidak bisa menggunakan kata “kandung.” Oleh karena itu, ada bapa
berdasarkan dokumen dan ada bapa kandung. Seorang anak hanya dapat memanggil seseorang yang secara pribadi melahirkan dia sebagai “bapa kandung”nya. Jadi ketika kita mengatakan bahwa Allah adalah [Bapa (kandung)]
kita [sendiri] (Yoh 5:18), kita mengatakan bahwa Allah sungguh-sungguh telah
memperanakkan kita melalui tubuh-Nya. Mari kita melihat secara mendetail fakta bahwa Allah telah secara pribadi
memperanakkan kita melalui tubuh-Nya.
Silsilah Manusia
Mari kita
menelusuri silsilah kita untuk melihat anak-anak siapakah kita ini.
[Ketika Yesus
memulai pekerjaan-Nya, Ia berumur kira-kira tiga puluh tahun dan menurut anggapan
orang, Ia adalah anak Yusuf, anak Eli, anak Matat, anak Lewi … anak Nuh, anak
Lamekh, anak Metusalah, anak Henokh, anak Yared, anak Mahalaleel, anak Kenan,
anak Enos, anak Set, anak Adam, anak Allah] (Luk 3:23-38).
Dengan kata lain, “Bapa
Yesus adalah Yusuf, yang bapanya adalah Eli, yang bapanya adalah Matat, yang bapanya
adalah Lewi … yang bapanya adalah Nuh, yang bapanya adalah Lamekh, yang bapanya
adalah Metusalah, yang bapanya adalah Henokh, yang bapanya adalah Yared, yang bapanya
adalah Mahalaleel, yang bapanya adalah Kenan, yang bapanya adalah Enos, yang bapanya
adalah Set, yang bapanya adalah Adam, yang bapanya adalah Allah.” Dengan
demikian, Allah adalah Bapa kandung kita.
Diungkapkan dengan
cara lain, “Yesus dilahirkan oleh Yusuf (Maria), yang dilahirkan oleh Eli, yang
dilahirkan oleh Matat, yang dilahirkan oleh Lewi … yang dilahirkan oleh Nuh,
yang dilahirkan oleh Lamekh, yang dilahirkan oleh Metusalah, yang dilahirkan
oleh Henokh, yang dilahirkan oleh Yared, yang dilahirkan oleh Mahalaleel, yang
dilahirkan oleh Kenan, yang dilahirkan oleh Enos, yang dilahirkan oleh Set,
yang dilahirkan oleh Adam, yang dilahirkan oleh Allah.” Oleh karena itu, Allah,
Bapa surgawi kita adalah Bapa kandung kita yang telah melahirkan kita.
Kalau kita
menelusuri asal-usul kita, dapat dilihat dengan jelas bahwa Allah adalah Bapa
kandung kita yang telah memperanakkan kita. Kalau Allah bukan Bapa kandung kita
dan Dia tidak memperanakkan kita, dari manakah kita berasal? Kita telah bertambah
banyak karena seseorang jelas telah memperanakkan
kita. Oleh Karena itu, Allah surgawi adalah Bapa kandung kita yang secara pribadi telah
memperanakkan umat manusia.
Jika demikian
halnya, seseorang mungkin balik bertanya, “Di dalam Kejadian pasal 1, ayat 26, Allah
bersabda. [Baiklah kita menjadikan
manusia menurut gambar dan rupa Kita]. Bagaimana Anda bisa mengatakan bahwa Allah secara pribadi memperanakkan
kita?” Akan tetapi, jawaban saya tetap sama – Allah surgawi adalah Bapa kandung
kita, yang telah secara pribadi memperanakkan kita melalui tubuh-Nya.
Jikalau kita ini hasil
karya tangan yang tidak berharga yang Allah bentuk dari debu tanah pada
mulanya, seperti pandangan dunia, mungkinkah ketiga Allah telah bangkit dan pergi
demikian jauh mengorbankan hidup Mereka untuk mencari hasil karya tangan yang
tidak berharga seperti itu?
Akankah ada seorang raja manusia di dunia ini
yang mau meninggalkan takhtanya dan mempertaruhkan hidupnya untuk mencari karya
tangan yang dibuatnya dari tanah liat atau dari kayu? Alasan ketiga Allah mengorbankan
diri demikian hebat dan mati untuk menyelamatkan kita ialah karena kita adalah anak-anak
kandung yang Allah sendiri lahirkan. Oleh karena itu, jika kita tidak mengerti
hubungan yang Bapa Kandung kita jalin dengan anak-anak kandung-Nya, mustahil
untuk bisa menafsirkan Alkitab secara tepat. Kita menjadi orang-orang yang
tidak tahu apa-apa, yang tidak mengetahui silsilah kita sendiri atau nenek
moyang kita, dan akhirnya, ditipu untuk percaya kepada teori evolusi yang konyol,
dan dengan begitu menjadi monyet-monyet, persis sama seperti mereka yang mengklaim
bahwa monyet adalah leluhur kita. Sungguh menyedihkan dan patut disesalkan
bahwa anak-anak kandung Allah yang mulia dan kudus, pangeran-pangeran dan
putri-putri surgawi dengan menyedihkan mengatakan bahwa mereka adalah keturunan
monyet tanpa menyadari betapa memalukan hal itu.
Berbagai Cara Melahirkan Anak
Perkenankan saya
untuk membuktikan bahwa Allah tidak menjadikan kita dengan tangan-Nya tetapi Bapa
kandung kita yang telah sungguh-sungguh melahirkan kita melalui tubuh-Nya.
Di alam semesta
kita ini ada galaksi-galaksi yang jumlahnya tak terhitung. Panjang garis bujur
dari sistem galaksi (Bimasakti) yang kita diami ini, kurang lebih 15.000 tahun
cahaya (cahaya mengelilingi bumi tujuh
setengah kali dalam satu detik) dan panjang garis lintangnya kurang lebih
100.000 tahun cahaya. Jadi kalau manusia mau menjelajahinya, selama ribuan
generasi
pun tidak akan dapat menempuh jarak itu. Kaum
ilmuwan telah menghitung miliaran bintang di dalam galaksi kita
dan miliaran
galaksi seperti galaksi kita di alam semesta. Bahkan sampai demikian jauh, barulah merupakan
perkiraan kasar dari kaum ilmuwan. Mungkin
saja ada lebih banyak daripada itu. Alam semesta ini sungguh-sungguh sangat
lebar dan luas. Dibandingkan dengan alam semesta itu, bumi ini tidak lebih
daripada sebutir pasir, dan yang menggeliat keliling di dalamnya seperti jamur,
itulah manusia.
Dibandingkan dengan
alam semesta, bumi kecil ini tidak lebih dari sebutir pasir. Akan tetapi, ada
begitu banyak spesies binatang berbeda yang hidup di dalamnya. Mari kita
sejenak melihat bagaimana mereka melahirkan anak-anak
(keturunan) mereka dan membesarkannya.
Binatang-binatang
seperti sapi atau rusa melahirkan anak yang persis sama dengan mereka baik
bentuk maupun rupanya. Binatang-binatang bersayap seperti burung merpati dan
burung pipit, juga melahirkan anak (keturunan) yang persis seperti mereka dalam rupa dan bentuk. Akan
tetapi, perlu disadari bahwa masing-masing mereka melahirkan anaknya melalui
cara yang berbeda. Binatang berkuku seperti sapi atau rusa melahirkan anaknya
dari tubuhnya. Dari kandungan, induk melahirkan anaknya melalui alat reproduksi
sang betina lalu memberinya makan cairan berwarna putih dari kantong di perut
induknya. Kita menyebut cairan putih ini air susu ibu/induk.
Akan tetapi,
binatang bersayap seperti burung merpati, burung pipit atau ayam melahirkan dan
membesarkan anaknya melalui cara yang sama sekali berbeda. Seperti Anda
ketahui, mereka melahirkan anaknya dari tubuh mereka, tetapi bukan lewat
kandungan atau organ reproduksi. Telur-telur bundar menyerupai batu yang tidak
punya mata, telinga dan bahkan mulut, dibentuk di dalam indung telur dan
dikeluarkan melalui anus. Sang induk lalu mengerami telur-telur itu selama
berhari-hari. Akhirnya, setelah genap jumlah hari yang ditetapkan, keluarlah
anak-anak dengan rupa dan bentuk yang persis sama dengan induk betina dan
jantannya. Begitu menetas, mereka tidak minum susu dari induk mereka.
Sebaliknya, mereka langsung makan serangga dan biji-bijian keras seperti yang
dimakan induk betina dan jantannya.
Bahkan dalam dunia fauna
di bumi yang kecil ini, meskipun mereka hidup bersama di bumi ini, kita bisa
melihat perbedaan yang demikian besar, yang tak dapat dimengerti dan tak dapat
dibayangkan bagaimana binatang berkaki empat dan binatang bersayap melahirkan
dan membesarkan anak mereka. Akan tetapi, hasilnya sama. Pada akhirnya,
masing-masingnya memiliki anak-anak elok yang persis serupa dengan mereka dalam
segala hal, baik bentuk, sifat maupun ciri-cirinya. Perbedaannya adalah
bagaimana mereka melahirkan dan membesarkan anak-anaknya.
Demikian juga, cara
manusia, makhluk ciptaan yang memiliki tubuh jasmaniah melahirkan anak sama
sekali berbeda dengan cara Bapa surgawi kita, Pencipta yang adalah [Roh] (Yoh 4:24)
dan tidak memiliki tubuh jasmaniah, melahirkan anak. Manusia, makhluk ciptaan
dengan tubuh jasmaniah, melahirkan anaknya dalam cara yang hampir sama dengan
binatang-binatang yang juga memiliki tubuh jasmaniah. Mereka melahirkan anak
melalui rahim di dalam tubuh mereka. Akan tetapi, karena Allah, sang Khalik,
adalah roh dan tidak memiliki tubuh fisik, Ia melahirkan anak-anak-Nya dengan
cara-Nya sendiri yaitu melalui rahim rohaniah sang Pencipta. Sang Pencipta memiliki
anak dengan melahirkan mereka melalui rahim-Nya. Ini pertama kali tampaknya
sulit dimengerti. Sama seperti burung-burung tidak dapat mengerti bagaimana
binatang berkaki empat, seperti sapi atau rusa melahirkan dan membesarkan anak
mereka, mungkin sulit bagi manusia – makhluk dengan tubuh fisik – untuk
mengerti bagaimana Bapa surgawi kita, Khalik yang adalah [roh], memiliki anak.
Akan tetapi, kalau
kita merenungkannya, maka siapa pun dapat dengan mudah memahaminya. Ketika
manusia melahirkan anak, bayi dilahirkan setelah sembilan bulan di dalam kandungan
ibunya, dan kemudian diberi makan cairan (air susu) dari kantung di dada
ibunya, sama seperti binatang-binatang berkaki empat di bumi ini.
Pada mulanya, Bapa
surgawi kita melahirkan Adam melalui rahim spiritual sang Pencipta. Kemudian,
persis seperti burung-burung tidak menyusui anaknya, tetapi memberinya makan makanan
keras, Bapa kita, Allah yang adalah roh dan bisa terbang, juga secara pribadi
memberi makan anak-Nya yang baru lahir, Adam, makanan keras dan bukannya air susu
ibu. Ia memberinya makan buah dari Pohon Kehidupan dan segala macam buah lain
dan sayuran dari tumbuhan berbiji. Meskipun cara burung melahirkan anak sama
sekali berbeda dengan cara binatang berkaki empat melahirkan anak, pada
akhirnya, masing-masingnya memiliki anak yang persis menyerupai mereka.
Demikian juga, meskipun cara manusia yang bertubuh jasmaniah memiliki anak sama
sekali berbeda dengan cara Bapa surgawi kita, sang Khalik yang adalah [roh]
melahirkan anak, pada akhirnya keduanya memiliki anak yang persis menyerupai
mereka. [Berfirmanlah Allah: “Baiklah kita] melahirkan [manusia dalam gambar
dan rupa Kita”], melalui rahim sang Pencipta. Setelah itu, Ia berkata, [Anak-Ku
engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini] (Kej 1:26; Mzm 2:7).
Burung-burung
mengejek binatang-binatang berkaki empat karena mereka tak dapat mengerti cara
binatang berkaki empat melahirkan anak dan sebaliknya binatang berkaki empat
juga mengolok-olok burung-burung karena mereka juga tidak mengerti cara
burung-burung melahirkan anak dengan mengeluarkan telur menyerupai batu tanpa mata,
hidung, atau mulut. Demikian juga, manusia hanya berpikir mengenai dirinya
dengan tubuh jasmaniah dan menolak untuk mengakui atau bahkan tidak mau mencoba
mengerti bagaimana Bapa surgawi, sang Pencipta yang tidak memiliki tubuh
jasmaniah melahirkan anak-anak-Nya. Ada orang yang bahkan menertawakan Dia.
Oleh karena itu, Ia dengan sedih berkata, [Engkau menyangka, bahwa Aku ini
sederajat dengan engkau] (Mzm 50:21).
Akan tetapi, Yesus dengan jelas mengatakan
kepada kita, [Janganlah kamu menyebut siapapun bapa di bumi ini, karena hanya
satu Bapamu, (yang telah secara pribadi memperanakkan kamu), yaitu Dia yang di
sorga] (Mat 23:9). Bahkan Maleakhi, yang mengetahui kenyataan ini, balik bertanya,
[Bukankah kita sekalian mempunyai satu Bapa] (Mal 2:10)? Yesus kembali
mengatakan kepada kita, [Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di
sorga…] (Mat 6:9), dan mulai sekarang panggil Dia [Bapa (kandungmu) sendiri] (Yoh
5:18). Selagi Yesus berada di atas bumi ini, Ia memanggil Allah sebagai [Bapa
(kandung)-Nya sendiri]. [Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk
membunuh-Nya] (Yoh 5:18). Mereka membenci Yesus dan cemburu terhadap Dia dan
pada akhirnya membunuh anak kandung Allah oleh karena itu.
Demikianlah
dinubuatkan bahwa di akhir zaman ini, mereka yang tidak menerima Allah sebagai Bapa
kandung mereka akan menjadi cemburu terhadap anak-anak kandung Allah, membenci
dan menganiaya mereka yang telah menerima Dia sebagai Bapa kandung mereka. [Tetapi
ketika penggarap-penggarap itu melihat anaknya itu, mereka berkata seorang
kepada yang lain: Ia adalah ahli waris, mari kita bunuh dia, supaya warisannya
menjadi milik kita] (Mat 21:38). Adalah Setan, ilah dari dunia ini, dan bukan
orang-orang Yahudi yang mengatakan ini. Dia telah diusir keluar dari surga dan
alam semesta, dan dia berusaha merebut dan menjadikan bumi kecil ini sebagai
kubu (kerajaan)nya untuk selama-lamanya. Lalu muncullah para ahli waris dari
bumi ini, yakni anak-anak kandung Allah, dan karena itu Setan berkata, “Mari
kita bunuh mereka supaya warisan (mereka dari bumi ini) menjadi milik kita.’’
Namun demikian,
bahkan hari ini, dengan mengatakan, [Pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan
katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu,
kepada Allah-Ku dan Allahmu] (Yoh 20:17), Yesus, anak kandung Allah,
menegaskannya sekali lagi bahwa kita adalah putra-putri kandung Allah seperti
Dia dan ahli waris kekal dari bumi ini sebagai saudara-saudara nan egaliter.
Bapa Kandung Kita Yang Melahirkan Kita Melalui Tubuh-Nya.
Perkenankan saya
untuk menampilkan satu lagi kenyataan yang jelas sebagai bukti. Ketika Allah menciptakan
langit dan bumi pada mulanya, apakah Ia menciptakan matahari, bumi, bulan dan
bintang-bintang dengan meremas-remas lumpur dengan tangan-Nya menjadi
gumpalan-gumpalan besar seperti anak-anak menggumpal salju untuk membuat
orang-orangan di musim dingin? Tentu saja tidak. Allah menjadikan matahari,
bumi dan bulan, hanya melalui perintah dan sama sekali tidak menyentuhnya sekalipun
hanya dengan ujung jari tangan-Nya. Juga ketika Ia menciptakan berbagai spesies
binatang, burung-burung dan binatang berlari, dan makhluk-makhluk di dalam laut
yang tak terhitung jumlahnya, apakah Ia membuatnya dengan meremas lumpur dan
membentuk masing-masing mereka dengan tangan-Nya? Tentu saja tidak. Ia hanya
menciptakan mereka dengan perintah dan sama sekali tidak menyentuh mereka
dengan ujung jari tangan-Nya sekalipun. Oleh karena itu, hendaklah kita ingat fakta-fakta
berikut ini dan jangan pernah kita lupakan: ketika Allah menciptakan
benda-benda angkasa dan binatang-binatang yang tak terhitung jumlahnya, Ia
tidak pernah menyentuh mereka dengan tubuh ilahi-Nya atau bahkan ujung jari
tangan-Nya sekalipun. Ia hanya menjadikan mereka melalui perintah. Tetapi akan
halnya manusia, meskipun jauh lebih kecil daripada sebuah bintang, bulan, gajah
atau bahkan sapi, Allah menyentuhnya dengan jari tangan-Nya dan tubuh ilahi-Nya
ketika Ia menjadikannya.
Yehovah Allah menjadikan
segala sesuatu yang lain dengan firman-Nya bahkan sama sekali tanpa mendekatkan
tubuh ilahi-Nya kepada mereka. Akan tetapi ketika Ia melahirkan manusia, dengan
berhati-hati, dengan segenap rasa kasih dan dengan penuh perhatian Ia mengambil
debu tanah yang terbaik dan membentuknya dengan indah dengan tangan-Nya sendiri
menurut rupa-Nya. Dewasa ini, manusia yang sudah demikian merosot yang bahkan
tidak mampu hidup seratus tahun bisa melukis atau mengukir sesuatu yang tampak
seperti binatang yang hidup. Oleh karena Allah yang mahakuasa menjadikan
manusia dari debu tanah untuk secara sempurna menyerupai Dia, betapa rupawan dan
sempurnanya Ia telah menjadikan Adam!
Sama seperti kita
tidak dapat melahirkan anak-anak rohaniah oleh karena kita memiliki tubuh
jasmaniah, Allah adalah roh; Ia tidak memiliki tubuh jasmaniah sehingga Ia
tidak dapat melahirkan anak-anak jasmaniah. Oleh karena itu, [Yehovah
menyediakan] (Kej 22:14) – [Allah … menyediakan bagi-Nya] (Kej 22:8) sebuah
tubuh untuk anak-Nya. Bahkan setelah itu, Ia meletakkan tangan-Nya pada Adam
dan sambil mendekapnya, mengelus seluruh tubuh Adam, dari kepala, ke badan, kemudian
turun sampai ke jari-jari kaki. Allah benar-benar bahagia setelah itu. Adam
begitu rupawan dan menarik sehingga Ia merangkulnya sekali lagi. Lalu setelah
menekankan bibir-Nya ke bibir Adam, Ia [menghembuskan nafas hidup (kekal yang
ada di dalam diri-Nya) ke dalam hidungnya] (Kej 2:7). Putra-Nya (Adam) membuka
matanya, tersenyum dan setelah mengatakan “Papa”, ia berdiri. Lalu Allah berkata,
“[Anak-Ku Engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini]” (Mzm 2:7) dan
merangkulnya dengan erat.
Ini adalah
peristiwa bersejarah yang dashyat bagi alam semesta – peristiwa yang besar dan
mulia di mana Allah secara pribadi melahirkan anak-Nya melalui tubuh-Nya. Oh,
betapa indahnya jika kita sekalian mengetahui betapa sungguh-sungguh mulia
tubuh kita ini! Begitu kita lahir ke bumi ini, dada pertama yang kita dekap adalah
dada Bapa surgawi kita, wajah pertama yang dilihat mata kita adalah wajah Bapa
surgawi kita, bibir pertama yang kita kecup adalah bibir Bapa Kandung surgawi
kita, dan pipi pertama yang bergesekan dengan pipi kita adalah pipi Bapa
surgawi kita. Oleh karena itu Ia berkata, “[Orang-orang kudus yang ada di tanah
ini, merekalah orang mulia (para pangeran dan putri surgawi) yang selalu
menjadi kesukaan-Ku (Raja agung alam semesta)] (Mzm 16:3). Oleh karena itu,
sikap dan tingkah-laku kita haruslah mulia dan kudus. Jangan pernah kita
membiarkan tubuh kita atau hati kita menjadi alat najis bagi dosa.
[Tuhan Allah
membentuk manusia dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam
hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup] (Kej 2:7).
[Makhluk hidup]
ini, roh, adalah entitas Allah dan hidup-Nya, yang hanya Dialah yang
memilikinya dan hanya Dialah yang dapat memberikannya. [Tuhan Allah] membentuk
dan menjadikan [manusia dari debu tanah], menggendong putra-Nya yang terkasih
Adam yang persis menyerupai Dia di dalam rangkulan-Nya, mendekapnya dan
menekankan bibir-Nya ke bibir Adam, [menghembuskan nafas hidup ke dalam
hidungnya, demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup]. Dengan kata
lain, Kejadian pasal 2 ayat 7 itu berarti, “Allah dengan tubuh jasmaniah telah lahir.”
Semua binatang yang
beribu-ribu jenis itu diciptakan dengan sebuah perintah dari bibir Allah Khalik.
Akan tetapi, dalam hal manusia adalah berbeda sama sekali – tubuhnya
bersentuhan langsung dengan tubuh ilahi Allah. Dengan kata lain, ia berasal
dari tubuh Allah. Hidup yang dimiliki manusia juga berbeda dengan hidup yang
dimiliki binatang; manusia memiliki hidup yang abadi yang berasal dari tubuh
Allah. Oleh karena itu adalah kesalahan besar berpikir bahwa tubuh manusia dan
binatang adalah sama hanya karena keduanya memiliki struktur jasmani yang
terdiri dari darah, daging dan tulang-tulang. Tubuh binatang adalah daging;
mereka tidak berasal dari tubuh ilahi Allah. Hanya manusia bersentuhan dengan tubuh
Allah. Jadi manusia memiliki tubuh ilahi yang mulia yang berasal dari tubuh Allah
sendiri.
Hidup yang manusia
miliki juga berbeda dengan hidup sapi, babi dan anjing karena binatang-binatang
diciptakan hanya melalui perintah dari mulut Allah. Hidup yang dimiliki manusia
adalah hidup Allah yang mulia dan kekal, yang berasal dari tubuh-Nya. Karena
baik daging maupun hidup kita berasal dari tubuh-Nya sebagai keturunan-Nya,
kita adalah anak-anak kandung-Nya. Jika bukan Allah yang telah memperanakkan
kita dengan tubuh-Nya maka kita tidak mungkin menjadi anak-anak kandung-Nya,
juga kita tidak akan berani memanggil Dia, [Bapa kami yang di sorga] (Mat 6:29).
Lebih-lebih lagi, Dia tidak akan pernah mengatakan, [Anak-Ku engkau! Engkau
telah Kuperanakkan pada hari ini] (Mzm 2:7).
Baiklah saya
membuktikan ini dengan fakta-fakta yang lebih solid lagi. Sebelum induk sapi
melahirkan anaknya, anaknya hanya menyentuh sebagian kecil dari rahim induknya
yang hanya beberapa puluh sentimeter panjangnya. Anak sapi hanya menyentuh
sebagian kecil dari tubuh induknya, dinding kandungannya. Kelahiran tidak
menyebabkan usus atau ginjal induknya menjadi terpisah dan terambil dari tubuhnya.
Struktur jasmaninya tetap seperti sedia kala; anak sapi hanya menyentuh
sebagian kecil dari tubuh induknya, kandungannya, sebelum lahir.
Bahkan anak (telur)
burung hanya menyentuh dinding dari indung telur induknya sebelum ditelurkan.
Dengan bertelur tidak berarti bahwa sebagian dari struktur jasmani induk burung
terluka. Struktur jasmaninya tetap mempertahankan bentuk asalnya. Anak-anaknya
hanya menyentuh sebagian dari tubuh induknya sebelum induk menelurkan mereka.
Hal serupa terjadi
juga dengan manusia. Seorang anak dilahirkan setelah menyentuh dinding uterus
ibunya, yang hanya beberapa puluh sentimeter panjangnya, selama sembilan bulan.
Yang harus kita ingat di sini adalah bahwa apakah itu anak sapi, anak burung
atau bayi manusia, jikalau mereka sudah “menyentuh sebagian dari tubuh ibu/induknya”
– apakah itu rahim, perut, atau indung telur sebelum dilahirkan, mereka adalah keturunan,
anak kandung.
Dalam hal ini, kita
adalah anak-anak kandung Allah, keturunan-Nya sebab pada mulanya (Kej 2:7) sebagian
dari tubuh Allah menyentuh manusia sebelum dilahirkan. Sementara anak sapi,
anak burung atau bayi manusia menyentuh hanya satu bagian dari tubuh ibu/induk
mereka sebelum lahir, kita bersentuhan dengan bagian-bagian yang tak
terbandingkan banyaknya dari tubuh ilahi Allah. Oleh karena itu, kita adalah
keturunan-keturunan Allah yang paling autentik. Manusia adalah keturunan
sempurna yang berasal dari tubuh Allah. Kita adalah anak-anak kandung-Nya dan
Dia adalah Bapa kandung kita yang telah secara pribadi memperanakkan kita
melalui tubuh-Nya. [Janganlah kamu menyebut siapapun bapa di bumi ini, karena]
hanya satu yang sungguh-sungguh telah memperanakkan kamu, Bapamu, [yaitu Dia yang
di sorga] (Mat 23:9). Oleh karena itu, di dalam Alkitab ada tertulis bahwa kita
adalah [keturunan Allah yang telah menjadikan bumi dan segala isinya … Tuhan atas
langit dan bumi] (Kis17:24, 28). Ini memberikan kesaksian bahwa Ia telah
memperanakkan kita. Ia mengatakan, “Karena kamu telah dilahirkan oleh Allah,
Tuhan atas langit dan bumi, kamu adalah anak-anak kandung-Ku. [Karena itu
haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna
(hidup kudus)] (Mat 5:48), supaya kamu bisa hidup bersama dengan Bapa kita
menikmati hidup yang kekal dan abadi di dalam kerajaan-Ku, dunia baru penuh
sukacita.”
Hujat Yang Tak Pernah Dapat
Diampuni
Setan, ilah dunia
ini, telah menggali tiga macam lubang di bumi ini dan membunuh semua umat
manusia dengan memastikan sehingga tak satu pun dari anak-anak Allah yang dapat
lolos dari padanya. Apakah ketiga lubang jebakan itu?
Pertama, ia
menggunakan kaum ateis untuk membuat sebuah jebakan bernama ateisme. Mereka mengklaim,
“Tidak ada Allah, tidak ada Pencipta. Dunia ini dan manusia ada dengan
sendirinya, dan manusia berubah secara bertahap dari sebuah organisme kecil (sebentuk
amuba) atau seekor binatang (kera). Oleh karena itu, manusia juga adalah seekor
binatang (hewan) yang hidup untuk beberapa waktu dan kemudian mati, sama seperti
binatang-binatang yang lain.” Untuk membunuh semua orang dengan perangkap ini, Setan
menggunakan semua lembaga pendidikan di dunia ini untuk menyebarkan teori
evolusi yang palsu.
Jikalau teori
evolusi itu merupakam fakta yang tak dapat dibantah, kita seharusnya sudah
sering, ataupun paling kurang sekali-sekali, mendengar di radio atau melihat di
televisi selama beribu-ribu tahun keberadaan manusia, tajuk-tajuk berita tentang
seekor ameba atau seekor monyet menjadi manusia. Akan tetapi, ribuan tahun dan
generasi demi generasi telah berlalu dan monyet-monyet hanya melahirkan monyet.
Mereka tidak pernah melahirkan manusia atau bahkan bermetamorfosis menjadi
manusia sedikit pun. Dari generasi ke generasi, manusia juga hanya melahirkan
manusia. Kita tidak pernah mendengar manusia melahirkan monyet atau bermetamorfosis
menjadi monyet. Bahkan dengan melihat kenyataan itu saja, dapat dimengerti bahwa
teori evolusi adalah sebuah teori yang tidak benar, tak berdasar, dan tidak
lebih daripada sebuah pikiran sesat yang kekanak-kanakan, yang dimunculkan oleh
setan-setan di dunia ini untuk menentang Allah.
Dewasa ini, yang
menyebut diri para ilmuwan telah bangkit kembali dengan publikasi baru bahwa
tikus adalah nenek moyang manusia. Mereka menulis, “Kurang lebih 99% dari gen
di dalam manusia sama dengan gen di dalam tikus.… Tikus, manusia dan banyak
lagi binatang lain berasal dari leluhur yang sama, dari makhluk berukuran
kurang lebih sebesar seekor tikus kecil, sekitar 75 sampai 125 juta tahun
silam.” Ketika saya membaca itu, saya begitu terkejut dan tertegun membisu.
Sebelumnya mereka bersikeras bahwa bapa leluhur mereka adalah monyet karena
tengkorak manusia dan monyet serupa. Sekarang mereka kembali bersikukuh bahwa
seekor tikus yang merayap di tanah, yang tengkorak, hati atau rupanya sama
sekali tidak ada miripnya dengan manusia, sebagai bapa mereka. Saya tidak dapat
mengerti mengapa mereka punya begitu banyak bapa. Bagaimanapun, tidak lama
lagi, tidak akan ada keturunan keji dari monyet atau tikus najis di dunia baru.
Hanya anak-anak kandung Bapa surgawi kita, para pangeran dan putri surgawi,
yang akan hidup untuk selama-lamanya, menikmati kebahagiaan kekal dan hidup
abadi di kerajaan Bapa mereka.
Perangkap kedua
adalah sebuah perangkap ateistis yang dibuat oleh mereka yang mengaku percaya
kepada Allah. Setan telah menggali lubang ini melalui kaum teolog palsu yang
menyatakan dirinya sebagai hamba-hamba Tuhan. Mereka berseru, “Dahulu Allah memang
ada, tetapi Ia sudah tua dan mati.” Oleh karena itu, menurut mereka, kita harus
menganggap agama sebagai suatu cara untuk mengembangkan pikiran kita dan
setelah itu kita mati.
Jikalau Allah yang
menciptakan alam semesta dan menjalankannya sudah mati seperti yang mereka
katakan, maka sama seperti sebuah pesawat udara jatuh dari langit dan hancur
berkeping-keping kalau pilotnya tewas dalam perang atau karena alasan lain,
alam semesta ini tidak akan mampu bertahan sampai sekarang. Bintang-bintang
yang tak terhitung jumlahnya niscaya telah menabrak satu sama lain, hancur dan
lenyap tanpa bekas. Teori ini sama saja merupakan cara pikir sesat yang
kekanak-kanakan yang dibuat oleh setan-setan di dunia ini untuk menghujat Allah.
Kita tak akan pernah mendengar pernyataan-pernyataan jahat seperti itu di dunia
baru.
Perangkap ketiga
adalah sebuah perangkap ateistis yang dipasang oleh penganut teori penciptaan.
Setan telah menggali lubang ini melalui kaum teolog yang katanya memperingati
hari penciptaan. Mereka mengklaim, “Allah menciptakan manusia dengan cara yang
sama seperti Ia menciptakan binatang-binatang.” Perangkap teologi palsu ini
menyangkal hubungan kandung Bapa-anak bahwa Allah meperanakkan manusia. Ini
adalah dosa yang paling keji di antara ketiga perangkap itu dan merupakan hujat
yang tak pernah dapat diampuni.
Jikalau Allah
menciptakan manusia dengan cara yang sama seperti Ia menciptakan sapi, babi,
atau anjing seperti yang mereka katakan, Allah juga harus menjadi Bapa bagi
sapi, babi, dan anjing. Jikalau Ia menciptakan mereka dengan cara yang sama,
mengapa Ia hanya menjadi Bapa bagi umat manusia? Ia harus menjadi Bapa bagi
sapi, babi dan anjing juga. Oleh karena itu, mereka yang mengklaim bahwa Allah
menciptakan manusia melalui cara yang sama seperti Dia menciptakan sapi, babi,
dan anjing, menyangkal hubungan kandung Bapa-anak dan dengan begitu menghujat Allah,
yang untuk selama-lamanya tidak dapat diampuni dengan menurunkan derajat Allah
yang mulia dan kudus menjadi Bapa bagi sapi, babi dan anjing. Saya berharap pembaca
bisa menyadari kenyataan ini dan berhati-hati untuk tidak mengikuti mereka yang
berdosa dengan menghujat Allah seperti itu. Saya berharap agar Anda menerima Bapa
kandung, Ayah Kandung surgawi, sebagai Bapa Anda sendiri dan menjadi anak
kandung-Nya yang hidup bahagia di rumah-Nya bersama Dia untuk selama-lamanya.
Sekali lagi, meskipun
sapi, babi, anjing dan manusia semuanya sama-sama bernapas, jangan pernah Anda
beranggapan bahwa hidup yang mereka miliki sama dengan hidup yang kita miliki. Allah
menciptakan sapi, babi, dan anjing dengan firman dari mulut-Nya. Hidup mereka
tidak berharga dan sia-sia, yang akan lenyap seperti angin. Sementara tubuh dan
jiwa kita berasal dari Allah; hidup yang kita miliki adalah hidup yang kekal,
hidup yang tak dapat binasa yang ada di dalam tubuh Bapa surgawi kita sejak purbakala
– hidup kudus Allah yang masuk ke tubuh manusia melalui bibir-Nya. Karena itulah,
Ayah Kandung kita telah datang kepada kita dan mengonfirmasikan identitas kita
dengan mengatakan, “[Kamu adalah allah, dan anak-anak Yang Mahatinggi (Raja
agung alam semesta) kamu sekalian]” (Mzm 82:6).
Kita harus bersorak
nyaring dan bernyanyi tentang betapa mulianya kita sebagai putra dan putri
kandung Allah. Tak terbayangkan betapa banyaknya ayat Alkitab di mana Allah
telah menyatakan, “anak-Ku”. Saya harap Anda tidak akan melupakan hal ini. Inilah
yang melayakkan kita untuk menjadi ahli waris dunia baru yang tak dapat binasa
dan inilah apa yang memberi kita kuasa untuk hidup secara sah bersama Bapa
surgawi kita di dalam satu rumah selaku anak-anak kandung-Nya. Saya harap Anda
bersyukur atas kenyataan ini dan sebagai anak-anak kandung Allah, Anda menjadi para
pangeran dan putri surgawi yang paling dikasihi oleh Allah, yang menikmati
hidup, kebebasan dan kebahagiaan hingga selama-lamanya.
Langit dan bumi,
lautan dan ciptaan, dan segenap penghuni alam semesta bangkit untuk menari riang
menyambut kabar gembira seperti ini. Akan tetapi sudah banyak kali saya
menghadapi perlawanan dan gangguan selagi menyebarkan kabar gembira yang
menyatukan kembali anggota-anggota keluarga alam semesta yang telah tercerai-berai.
Perkenankan saya menceritakan kepada Anda dua buah cerita yang menarik.
Sekali waktu saya diundang
untuk berbicara di Provinsi Gangwon. Suatu hari selagi seminar, 14 pendeta dan
tua-tua jemaat dari gereja tertentu yang memelihara hari Sabat menyerbu masuk.
Saya sedang berada di ruangan seminar pada waktu itu. Segera setelah duduk,
mereka memanggil saya, sang pembicara, untuk datang ke kamar di mana mereka
berada. Adalah tidak mungkin bagi putra kandung Allah yang mulia ini untuk
pergi ke sana hanya karena mereka memanggil. Saya pertama-tama bertanya kepada Ayah
Kandung saya apa yang harus saya perbuat. Ketika saya bertanya, “Bapa, haruskah
saya pergi, atau tidak?” Ia memberi saya firman, “[Oleh sebab itu, pergilah,
Aku akan menyertai lidahmu dan mengajar engkau, apa yang harus kaukatakan] (Kel
4:12). [Bukankah Aku mengutus engkau? Akulah yang menyertai engkau, sebab itu
engkau akan memukul kalah (mereka) sampai habis] (Hak 6:14, 16), lalu saya
segera bergerak menuju ruangan itu.
Mereka juga bahkan
sudah memanggil pasangan pemilik rumah yang kami gunakan untuk seminar itu,
sehingga ada enam belas orang memadati ruangan itu. Setelah saya membuka pintu
dan masuk ke ruangan, mereka meminta saya untuk duduk di tengah-tengah. Apa
yang dikatakan oleh para pendeta di antara mereka itu, begitu rendah sehingga
tidak mungkin saya melibatkan diri dan karena itu saya tinggal diam. Lalu, yang
merasa dirinya paling berpengetahuan di antara mereka berkata, “Kalau begitu,
baiklah Anda berhadapan dengan saya.”
“Silakan.”
“Guru Park, Anda
mengklaim bahwa Allah memperanakkan manusia melalui kandungan-Nya?”
“Kalau tidak,
apakah Allah menciptakan manusia sama seperti Ia menciptakan sapi, babi, atau
anjing?”
“Tentu saja,
mengapa tidak?”
Saya menjawab,
“Kalau demikian, Allah harus menjadi Bapa bagi sapi, babi dan anjing. Jika Allah
menciptakan manusia sama seperti Ia menciptakan sapi, babi, dan anjing, mengapa
Ia hanya menjadi Bapa bagi manusia? Bukankah Dia harus menjadi Bapa bagi sapi,
babi dan anjing juga? Ini adalah suatu hujat terhadap Allah yang untuk
selama-lamanya tak dapat diampuni, karena telah merendahkan Allah yang kudus
menjadi Bapa bagi sapi, babi dan anjing.” Perkataan ini membungkam keempat belas
pendeta dan tua-tua jemaat itu, seolah-olah mengunci mulut mereka. Pandangan
sukacita yang mereka miliki sesaat sebelumnya ketika pertama datang, lenyap dan
akhirnya mereka melarikan diri tanpa semangat. Persis seperti perkataan Bapa
kita, saya mengalahkan mereka sampai habis.
Pada suatu
kesempatan yang lain, dalam sebuah seminar yang saya selenggarakan di Seoul,
seorang pendeta yang dijuluki “Alkitab Berjalan” mengkritik saya katanya,
“Alkitab menyatakan bahwa Allah mengadopsi kita. Di mana dikatakan bahwa Ia
memperanakkan kita?” Ada ayat dalam Alkitab yang mengatakan bahwa kita [menerima
Roh yang menjadikan kamu anak Allah] (Rom 8:15). Apa artinya ini?
Allah, sekali
waktu, memerintahkan kepada Hosea, putranya yang tampan, baik dan patuh,
“Jangan menikahi seorang perawan yang masih murni. Nikahilah Gomer, pelacur
kotor itu.” Hosea bahkan mematuhi perkataan itu. Ia, seorang suami yang baik,
membawa pelacur itu ke rumahnya dan mengatakan kepadanya, “Saya hanya akan
mengasihi engkau. Kuburkanlah masa lalumu dan mulai sekarang hanya mengasihi
saya.” Gomer menjadi baik untuk beberapa bulan dan suaminya mengasihi dia.
Segera setelah itu, ia kembali kepada muncikarinya dan menjadi pelacur lagi.
Lalu Hosea mengambil jelai berkarung-karung dan uang lalu pergi mengemis kepada
muncikari itu untuk menjual kembali perempuan itu kepadanya. Oleh karena dia
telah menyerahkan dirinya kepada germo, Hosea harus membayar berkarung-karung jelai
untuk membeli dia kembali meskipun dia jelas-jelas istrinya.
Demikianlah halnya,
meskipun Bapa Kandung kita pada mulanya memperanakkan kita, kita menyerahkan
diri kepada Setan iblis setelah berdosa, sehingga Bapa kita harus membeli kita
kembali dengan darah penebusan dari Putra-Nya. Dalam pengertian itulah kita
diangkat sebagai anak. Fakta-fakta itu mengungkapkan dengan jelas bahwa
bukanlah iblis atau seekor binatang yang telah melahirkan kita. Kita adalah
putra dan putri kandung Allah, yang dilahirkan sendiri oleh Bapa surgawi kita melalui
tubuh-Nya semenjak awal. Lagi pula, frasa [yang menjadikan ... anak (adopsi)]
dalam kitab Roma menyiratkan “seorang anak yang Allah lahirkan dan besarkan.”
Ia mengatakan, [Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu
menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak
Allah (anak-anak kandung yang dibesarkan oleh Ayah Kandung). Oleh Roh itu kita
berseru: “ya Abba, ya Bapa”] (Rom 8:15).
Meskipun Alkitab
menggunakan kata [menciptakan] untuk manusia dan binatang, pengertiannya sama
sekali berbeda untuk masing-masingnya. Untuk binatang, [menciptakan] berarti
“membuat,” tetapi untuk manusia [menciptakan] berarti “memperanakkan,
melahirkan.” Sama seperti kita mengatakan seorang bayi “dibentuk” di dalam kandungan ibunya, kata
dibentuk mengandung arti “diciptakan.” Ketika saya berbicara mengenai “rahim” Allah,
saya tidak bermaksud bahwa Allah yang sepenuhnya roh dan tidak memiliki tubuh
jasmaniah memiliki sebuah rahim seperti yang dimiliki manusia. Saya menggunakan
kata “rahim” untuk menggambarkan cara dan proses bagaimana Allah yang adalah
roh melahirkan kita. Dengan kata lain, indung telur pada unggas adalah
rahimnya, alat reproduksi di dalam sapi adalah rahimnya, kandungan pada seorang
wanita adalah rahimnya, dan proses melalui mana Allah memperanakkan kita adalah
rahim-Nya.
Oleh karena itu Bapa
surgawi kita bahkan pada hari ini mengatakan kepada kita, [Anak-Ku engkau!
Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini] (Mzm 2:7).
Yehovah tidak
mengatakan, “Engkau adalah monyet-Ku,” “Engkau adalah babi-Ku,” atau “Engkau
adalah anak anjing-Ku.” Ia dengan jelas mengatakan, [Anak-Ku engkau! Engkau
telah Kuperanakkan pada hari ini] (Mzm 2:7). Mereka yang menerima
perkataan-perkataan yang tidak mungkin salah ini sebagai kenyataan setelah
membacanya akan lahir kembali pada saat ini sebagai putra dan putri kandung Allah
melalui rahim Yehovah, Tuhan semesta alam. Pada waktu yang sama, mereka akan
menjadi ahli waris dunia ini dan dunia baru. Mereka juga akan menerima kuasa
yang Allah berikan pada mulanya – [Baiklah Kita menjadikan (melahirkan) manusia
menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa … atas seluruh bumi, dan
atas segala binatang yang merayap...] (Kej 1:26, 28). Anak-anak kandung-Nya
akan hidup sebagai para ahli waris yang menaklukkan dan berkuasa atas bumi dan
alam semesta. Sampai sekarang, Setan, ilah dari dunia ini dan
perantara-perantaranya menipu dan menyeret kita keliling sebagai
jongos-jongosnya, monyet-monyetnya. Sekarang setelah kita mendapatkan kembali
identitas dan hak-hak kita sebagai anak-anak kandung Allah, kita akan
memerintah seluruh bumi dan alam semesta sebagai pemilik-pemilik yang agung dan
raja-raja atas segala bangsa.
Tidak Soal Bagaimana Kita Memandangnya,
Tak Dapat Diragukan Lagi Dialah Bapa Kandung Kita
Apakah kita
berdebat tentang itu atau menyelidiki hubungan antara Bapa surgawi dan kita
dengan menjejaki kembali susur galur keluarga umat manusia, Dia adalah Bapa
kandung kita yang bertalian darah dengan kita. Allah melahirkan manusia (Adam),
dan manusia
(Maria) melahirkan Allah, Yesus. Perkenankan saya mengajukan pertanyaan ini
kepada pembaca. Binatang kesayangan apa yang paling dekat dengan Anda atau yang
paling Anda sayangi di rumah? Sebagian besar dari Anda akan menjawab, “(anak) anjing.”
Itu betul sekali. Kebanyakan orang menyayangi anjing. Mereka makan sisa-sisa
dari meja kita dan tinggal satu atap dengan kita. Akan tetapi, hanya karena
anjing adalah “sahabat terbaik” kita, apakah mungkin seorang manusia berhubungan
dengan anjing dan melahirkan seekor anjing dan bagi seekor anjing untuk
melahirkan seorang anak manusia? Anda mungkin berpikir, pertanyaan ini sangat
menghina dan merendahkan martabat. Akan tetapi kalau demikian halnya, bagaimana
bisa Allah yang kudus dan agung dan manusia yang rendah memiliki hubungan yang
tak terpisahkan? Bagaimana Allah bisa melahirkan seorang manusia (Adam) dan
seorang manusia (Maria) melahirkan Allah (Yesus)? Kenyataan yang tak dapat dimungkiri
adalah bahwa kedua-duanya, Allah dan manusia, sama-sama merupakan anggota
perkauman surgawi; oleh karena itu ada hubungan seperti itu. Karena kita
sama-sama adalah imamat rajani (1 Pet 2:9) sehingga kita punya hubungan yang
tak terpisahkan seperti itu.
[Orang-orang kudus
yang ada di tanah ini, merekalah … (anak-)anak-Ku yang selalu menjadi kesukaan-Ku]
(Mzm 16:3; 2:7). [Aku sendiri telah berfirman: “Kamu adalah allah, dan
anak-anak Yang Mahatinggi kamu sekalian. Namun seperti manusia (keturunan kera)
kamu akan mati dan seperti salah seorang pembesar kamu akan tewas”]. [Anak-Ku
engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini] (Mzm 82:6, 7; 2:7).
Oleh karena itu,
dengan melihat asal-usul kita – kenyataan bahwa Allah secara pribadi telah
memperanakkan kita, menyelidiki hubungan darah kita, atau melihat kenyataan
bahwa kita memiliki keserupaan dengan Allah, tak dapat diragukan lagi bahwa
kita adalah anak-anak kandung terkasih dari Bapa kandung surgawi, para pangeran
dan putri Raja surgawi, berdasarkan semua fakta yang demikian jelas itu. Oh,
betapa mulianya tubuh dan identitas yang kita miliki! Karena itu, kalau orang
yang hidup di bumi ini mempercayai perkataan-perkataan ini dan menerima Ayah Kandung
sebagai Ayah pribadi, mereka tidak hanya akan tinggal serumah bersama Dia untuk
selama-lamanya, tetapi juga akan menjadi Allah-Allah yang tidak dapat binasa, pangeran
Allah dan putri Allah semesta alam yang berbahagia.
Jawaban Jelas Terhadap Kontradiksi
Dengan mengutip
Kejadian pasal 2, ayat 7, [Tuhan Allah membentuk manusia dari debu tanah], Anda
(Suk Sun) mengklaim bahwa hanya manusia yang secara pribadi dibentuk dengan
tubuh Allah, tetapi di dalam Kejadian pasal 2, ayat 19, ada tertulis, [Lalu Tuhan
Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara...].
Allah tidak hanya secara pribadi membentuk manusia, tetapi juga
binatang-binatang. Oleh karena itu, pernyataan Anda itu salah.
Kejadian pasal 2,
ayat 19, tidak mengatakan bahwa Allah membentuk binatang-binatang dan
burung-burung dari tanah dengan tangan-Nya sendiri. Sebaliknya dinyatakan bahwa
Allah memerintahkan agar semua binatang hutan dan burung-burung tercipta dari
tanah. Ini tidak berarti bahwa Ia secara pribadi membentuk mereka. Kapan Allah
menggali tanah dan secara pribadi membuat berbagai spesies burung dan binatang
yang tak terhitung banyaknya itu? Jikalau Allah telah menciptakan sapi, babi,
anjing dan burung-burung dengan cara yang sama dengan manusia, tidakkah
seharusnya juga dikatakan bahwa begitu Ia menghembuskan napas hidup ke dalam
hidung anjing atau babi, demikianlah mereka menjadi [makhluk yang hidup] (Kej
2:7)? Akan tetapi, itu sama sekali tidak masuk akal. Allah menggunakan
tubuh-Nya untuk secara pribadi hanya membentuk anak-anak-Nya manusia di bumi,
dan sambil bibir-Nya bersentuhan dengan bibir mereka Ia menghembuskan kepada
mereka kehidupan kekal yang ada dalam Dia. Sekali lagi, Kejadian pasal 2, ayat
19 menyiratkan bahwa Allah memerintahkan agar setiap binatang hutan dan burung
di udara tercipta dari debu tanah.
Mengutip Mazmur pasal
2, ayat 7, [Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini], Anda mengklaim bahwa Allah telah secara pribadi memperanakkan manusia.
Akan tetapi, Mazmur pasal 2, ayat 7 itu tidak merujuk kepada manusia tetapi kepada Yesus, sebagaimana tertera dalam Kisah Para Rasul pasal 13, ayat 33. Ia tidak
pernah merujuk kepada kita. Karena itu, pernyataan Anda
itu keliru.
Tentu saja, Mazmur
pasal 2, ayat 7 merujuk kepada Yesus, sebagaimana tertulis di dalam Kisah Para
Rasul pasal 13, ayat 33. Saya tidak membantah itu dan juga bukannya tidak
menyadari hal itu. Akan tetapi Mazmur pasal
2, ayat 7 merujuk kepada Yesus dan sekaligus kepada kita. Jikalau kita
hanya mengutip Kisah Para Rasul pasal 13, ayat 33 dan mengatakan bahwa Mazmur
pasal 2, ayat 7 tidak berlaku bagi kita, maka kita semua harus membuang
Alkitab. Alkitab sama sekali tidak berguna bagi kita oleh karena Allah mengucapkan firman-firman yang
dicatat dalam Alkitab itu hanya untuk Musa, Yesaya, Daniel, Yesus dan Daud, dan bukan untuk kita. Sudah tentu, ini tidak
benar. Bapa kita mengucapkan semua firman-firman di dalam Alkitab itu kepada
masing-masing kita melalui bibir para rasul dan para nabi. Jikalau Allah
mengucapkan perkataan-perkataan itu hanya untuk Yesus atau Daud, maka Ia
seharusnya hanya mengatakan itu kepada mereka dan tidak perlu memberikan
Alkitab kepada kita. Mengapa semua itu dicatat dalam Alkitab dan kemudian
diberikan kepada masing-masing kita? Bapa kita mengucapkan semua
firman di dalam Alkitab itu kepada Yesus dan para nabi dan
sekaligus kepada masing-masing kita, anak-anak-Nya.
Jika siapa saja
yang masih bersikeras bahwa Mazmur pasal 2, ayat 7 diucapkan hanya untuk Yesus
adalah sungguh-sungguh penipu. Kapankah Allah melahirkan Yesus? Adalah Maria
yang telah melahirkan Yesus. Apakah mereka melihat Allah melahirkan Yesus?
Mulai sekarang,
jangan lagi kita berdebat tentang sesuatu yang demikian tak berdasar. Karena kita semua
berasal dari Bapa yang sama dan telah menjadi saudara sekandung, janganlah kita
menyedihkan Bapa kita dengan berbantah satu sama lain. Marilah kita hidup
bersama secara harmonis, saling mengerti, saling memaafkan dan saling mengasihi
satu dengan yang lain. Bapa surgawi kita, Bapa kandung umat manusia mengucapkan
firman
di dalam Mazmur pasal 2, ayat 7 kepada Yesus dan kepada
setiap kita. Oleh karena itu, Bapa kita tidak menggunakan bentuk tunggal untuk
hanya menunjuk kepada Yesus, tetapi mengunakan bentuk jamak untuk menunjuk
kepada semua anak-anak-Nya. [Aku (Allah) sendiri telah berfirman: “Kamu adalah allah(-allah), dan anak-anak (Allah) Yang Mahatinggi kamu sekalian”]. [Engkau (kamu = jamak) telah Kuperanakkan] (Mzm 82:6; 2:7). Ia
menggunakan perkataan, [allah(-allah)], [kamu sekalian]
dan [anak-anak Yang Mahatinggi]. Dengan jelas Ia berulang-kali menyatakan bahwa kita
sekalian adalah anak-anak-Nya.
Mulai sekarang,
saya harap Anda memanggil Allah “Bapa Kandung,” “Ayah Kandung” atau “Ayahku.” Setan, bapa palsu kita menyeret keliling umat manusia
dan meracuninya dengan pengajaran-pengajaran palsu selama ribuan tahun. Ia mengindoktrinasi
kita dengan pendidikan palsu dari dunia ini, mengeraskan otak kita seperti beton. Untuk segera melepaskan diri kita dari pikiran
yang sesat itu, kita harus memanggil Allah “Ayah Kandung” atau “Bapa Kandung.”
Akan tetapi, itu tidak berarti dengan memanggil-Nya seperti itu kita dengan sendirinya akan selamat.
Tidak jadi soal apakah Anda memanggil Dia “Ayah” atau “Bapa,” saya menganjurkan
agar Anda memanggil Dia “Ayah” atau Ayah Kandung” – seperti yang Alkitab minta kita
lakukan – sehingga Anda boleh segera melepaskan diri dari indoktrinasi Setan
(ilah dunia ini) bahwa Allah menjadikan kita sama seperti binatang-binatang.
Saudara dan
saudariku yang terkasih! Marilah kita tidak lagi
berdoa dengan tanpa semangat, ”Allah, Bapa yang di surga,” atau “Allah yang di
surga,” dengan cara formal seperti yang kita lakukan pada waktu kita tidak
mengenal [Allah yang benar], Bapa Kandung kita. Mulai sekarang, marilah kita
memanjatkan doa-doa yang bahagia dan berkuasa, yang cocok bagi anak-anak
kandung-Nya, doa-doa yang menjangkau jauh ke dalam hati-Nya, dengan mengatakan,
“Bapa kami yang di surga!” (Mat 6:9), “Bapaku yang di surga!” (Mat 26:39), “Bapa (Kandung)ku sendiri yang di surga!” (Yoh 5:18), “Ayahku yang di surga!” (Gal 4:6,
Terjemahan Umum Korea ), atau “Ayah
Kandungku yang di surga!” Jangan pernah lagi kita berdoa kepada-Nya seolah-olah
kita adalah putra-putri angkat atau putra-putri tiri, yang memanggil seorang bapa tiri yang asing dan menakutkan. Saya berharap mulai
sekarang Anda akan mengangkat bahu dan bersikap sebagai putra-putri
kandung yang bermartabat dari Allah yang hidup, Raja agung alam semesta.
Jikalau putra-putri kandung dari raja-raja dan presiden-presiden di dunia ini
bertingkah-laku dengan penuh martabat dan menikmati hak-hak istimewa yang
besar, betapa lebih lagi dengan kita, sebagai pangeran-pangeran dan putri-putri
bangsawan, anak-anak Bapa surgawi kita yang adalah Raja agung alam semesta,
Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas
segala tuhan.
Oleh karena itu, fakta
bahwa Bapa kita, satu-satunya Allah yang benar adalah “Bapa kandung kita yang
telah melahirkan dan membesarkan kita” telah dengan jelas diungkapkan. Akan
tetapi, jikalau masih ada saudara-saudara tertentu yang malu akan kenyataan itu
di hapadan orang dan dunia, dengarkanlah firman Tuhan berikut ini – [Aku
berkata kepadamu: setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, ... (Aku)
juga akan mengakui dia di depan malaikat-malaikat Allah. Tetapi barangsiapa
menyangkal Aku di depan manusia, ia akan disangkal di depan malaikat-malaikat Allah]
(Luk 12:8, 9).
Dahulu kala di
sebuah masyarakat pedesaan, ada seorang bapa yang menyesali hidupnya sebagai
seorang petani lalu bertekad, “Saya harus menyekolahkan putra saya sampai ke
perguruan tinggi supaya sekurang-kurangnya ia boleh hidup dengan lebih mudah.”
Mungkin mudah untuk membayar biaya sekolah anak di perguruan tinggi jika Anda
menjalankan suatu bisnis di perkotaan atau bekerja di kantor pemerintah, tetapi
sangat sulit kalau Anda hanya bertani dengan menanam padi. Untuk mengirim
putranya ke perguruan tinggi, bapa tersebut hidup demikian hemat sehingga tidak
dapat membeli makanan yang cukup atau pakaian yang pantas bagi dirinya. Pada
akhirnya, lewat pengorbanan dan pelayanan sang bapa, putranya itu menamatkan perguruan
tinggi dan bekerja di Kantor Daerah setempat.
Pada suatu hari di
musim panas, Kepala Daerah itu mengunjungi rumah anak itu. Ketika Kepala Daerah
sedang minum bersama dia di ruang tamu, sang bapa memasuki rumah. Ia tampak
begitu lusuh dengan lumpur di seluruh wajah dan pakaiannya karena hari itu ia
sedang bekerja di sawah. “Siapakah pria itu?” tanya Kepala Daerah itu. Anak itu
berpikir, “Saya lulusan perguruan tinggi. Alangkah memalukan untuk mengakui
bahwa lelaki itu adalah bapaku.” Meskipun ia merasa tidak enak, ia menjawab,
“Dia adalah buruh tani kami di ladang.” Sang bapa telah berkorban demikian rupa
untuknya karena mengasihi dia, dan sekarang putranya itu menyebut dia sebagai
seorang pembantu di ladang (jongos, budak).
Setelah kembali ke
kantornya, Kepala Daerah itu mengetahui kebenaran yang sesungguhnya, dan
memanggil anak itu ke kantornya. Setelah berteriak, “Kau bajingan! Bagaimana mungkin
bapamu yang telah begitu berkorban untuk membesarkan Anda, kausebut budak
pekerja di ladangmu?” dan seketika itu juga memecatnya. Kita tidak boleh
menjadi anak-anak yang tak tahu bersyukur, seperti anak itu, tetapi menjadi
putra-putri yang berbakti yang secara terbuka berseru dengan nyaring ke seluruh
dunia, “Allah adalah Bapa Kandungku.” Karena kita mengetahui bahwa dari sudut
mana pun kita memandangnya, Allah adalah Bapa Kandung kita yang telah
memperanakkan dan memulihkan otoritas kita sebagai anak-anak kandung-Nya, kita
harus mempermaklumkan ini dengan penuh sukacita. Kita harus secara terbuka
membanggakan, “Ia adalah Bapa Kandungku yang telah memperanakkan aku dan paling
mengasihiku!” Ini adalah kabar paling gembira, berita terbesar di seluruh alam
semesta. Seluruh bumi dan segenap alam semesta harus bangkit berdiri, menari
dalam sukacita dan bernyanyi tentang itu untuk selama-lamanya. Saya harap Anda
tidak akan lupa bahwa hidup kekal hanya diberikan kepada anak-anak itu yang
[mengenal] dan bersukacita atas kenyataan bahwa [satu-satunya Allah yang benar]
adalah Bapa kandung mereka (Yoh 17:3).
Bahkan di dunia
ini, ada bapa-bapa dengan putra-putri angkat atau putra-putri tiri. Jikalau Anda
mengunjungi panti asuhan (di Korea),
ada ratusan anak di sana, para “putra” dan “putri” dari direktur panti asuhan
itu. Mereka semua memanggil dia (direktur) itu, “Bapa (Ibu).” Akan tetapi, kita
mengetahui dengan baik bahwa tidak semua mereka akan meneruskan nama keluarga,
memiliki hak waris, dan mewarisi hak miliknya. Hanya putra-putri kandungnya
yang secara pribadi diperanakkannya akan menjadi ahli waris. [Tetapi apa kata
nas Kitab Suci? “Usirlah hamba perempuan itu beserta anaknya, sebab anak hamba
perempuan itu tidak akan menjadi ahli waris bersama-sama dengan anak (kandung)
perempuan merdeka itu.” Karena itu, saudara-saudara, kita bukanlah anak-anak
hamba perempuan, melainkan anak-anak (kandung) perempuan merdeka] (Gal 4:30,
31).
[Dan hamba tidak
tetap tinggal dalam rumah (Bapa surgawi), tetapi anak (kandung) tetap tinggal
dalam rumah] (Yoh 8:35). Seorang hamba tidak akan pernah memperoleh
keselamatan. Kita harus bersyukur bahwa kita tidak menjadi hamba-hamba. Mereka
yang menyalah duga bahwa mereka adalah hamba-hamba harus melepaskan kuk
perhambaan untuk selamanya dan hidup sebagai putra-putri-Nya yang terhormat,
menikmati hak-hak dan kebebasan dari pengeran-pangeran dan putri-putri surgawi.
Seorang hamba tidak menerima warisan dan juga tidak berhak untuk tinggal
bersama dengan sang bapa. Kalau begitu, mengapa Alkitab memanggil baik rasul
Paulus maupun Yesus sebagai seorang hamba? Meskipun mereka disebut hamba-hamba,
itu tidak berarti bahwa mereka adalah hamba atau budak seperti yang dipikirkan
kebanyakan orang. Sebaliknya, itu berarti “seseorang yang mengemban sebuah misi,”
“seorang putra yang menjalani tugas tertentu.”
Di dalam Alkitab,
seorang “hamba” bukanlah seseorang yang menjadi “seorang budak bagi Allah”
melainkan “seseorang yang menjalankan suatu tugas, seseorang dengan misi
tertentu.” Dengan kata lain, seorang putra yang telah dipercayakan Bapanya dengan
sebuah misi. Kita harus menjadi anak dan bukan hamba.
Dahulu kala,
mata-mata komunis dari Korea Utara membajak sebuah pesawat penumpang dari
perusahaan penerbangan Korea Selatan, Korean Airlines, dan membawanya ke Korea
Utara. Setelah membajak pesawat tersebut, mereka merampas semua milik pribadi
para penumpang dan apa saja yang bernilai dan kemudian membebaskan para
penumpang tersebut. Korea Selatan senang karena penumpang-penumpang itu dibebaskan.
Keluarga-keluarga mereka demikian bahagia bertemu dengan mereka sehingga mereka
lari menjemput para penumpang itu, merangkul dan menghibur mereka. Akan tetapi,
ada seorang reporter, seorang anak muda yang tampan, yang berdiri menatap
bapanya seakan-akan tidak mengenalnya. Betapapun sang bapa meminta dia,
“Anakku, katakan, ‘Bapa’, hanya sekali,” ia sama sekali tidak bereaksi.
Meskipun ibunya juga mendesak dia, “Putraku, aku ibumu. Tolong katakan, ‘Mama’”
dia sama sekali tidak menjawab. Kaum komunis itu telah menyiksa dia entah
dengan sengatan listrik atau memukul kepalanya dengan sesuatu. Entah apa yang
telah mereka lakukan, mereka telah membuatnya menjadi kacau mental. Tak dapat
diragukan lagi bahwa dia adalah putra mereka. Akan tetapi anak itu telah hilang
kewarasan.
Bapa kandung
surgawi kita juga telah menemukan kembali tubuh dan wajah kita yang cantik
sekarang ini. Akan tetapi, betapa tertekannya Dia jika kita tidak kembali
kepada-Nya dengan segenap hati dan memanggil Dia, “Ayah Kandung”! Mari kita
dengan sukacita menemui Bapa Kandung kita yang untuk pertama kalinya kita
jumpai setelah ribuan tahun dan memanggil Dia “Papa” dan mengatakan, “Papa, ini
saya.” (Yoh 5:18; Gal 4:6, Terjemahan Umum
Korea). Bapa kita tidak membutuhkan uang, penyembahan atau sesuatu yang
lain dari kita. Hanya mendengar kita memanggil-Nya “Ayah Kandung” dari hati
kita sudah cukup. Lalu Ia akan berkata, “Ya, Aku adalah Bapa kandungmu yang
telah memperanakkan engkau,” dan merangkul kita erat-erat. Ia akan menjadi
demikian bahagia sampai tidak tahu harus berbuat apa.
Di dalam Doa Tuhan,
Yesus berkata, “Bapa kami yang di surga....” Sebelum Yesus datang ke bumi ini
dua ribu tahun yang lalu, tidak seorang pun di dunia ini yang pernah memanjatkan
doa seperti itu. Orang-orang Yahudi, para rabi, dan para imam di Yerusalem
berdoa secara basa-basi, “Allah yang agung dan mulia,” atau “Allah yang
mahakuasa.” Akan tetapi, Yesus datang dan mengajari murid-muridnya, “Jangan
berdoa seperti itu. Sebaliknya, berdoalah, ‘Bapa kami yang di surga,’ atau ‘Bapaku.’”
Selama empat ribu tahun, Allah telah menjadi lelah oleh doa-doa sekadar basa-basi
dan menjijikkan itu. Ketika anak-anak kandung-Nya berdoa, “Bapa kami,” ada
tertulis bahwa itu kedengaran seperti musik di telinga-Nya. Meskipun suatu
kumpulan besar seperti orang-orang Yahudi itu berteriak siang dan malam, tidak
ada jawaban terhadap doa-doa mereka. Akan tetapi, ketika kelompok Yesus yang
kecil itu berdoa di loteng sebuah rumah di Yerusalem, Allah dengan segera
menjawab mereka karena mereka bedoa menurut cara yang berkenan kepada-Nya.
Itulah bagaimana mereka dapat menerima berkat besar yang menakjubkan yakni turunnya
Roh Kudus pada hari Pentakosta. Bahkan ketika kita berseru, “Bapa kami,”
kedengaran seperti musik di telinga-Nya; jadi jika anak-anak bungsu-Nya
memanggil Dia “Ayah Kandung,” mungkin akan kedengaran seperti kanon bagi-Nya. Ayah
Kandung akan segera merangkul anak-anak bungsu-Nya dan berkata, “Ya, [Engkaulah
Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan. Anak-Ku engkau! Engkau telah
Kuperanakkan pada hari ini]”(Luk 3:22; Mzm 2:7). Saudara dan saudariku yang
terkasih, saya berharap Anda sekalian akan dapat mengalami reuni yang
menggembirakan dan menggugah hati ini.
[Sebab itu janganlah
kamu melepaskan kepercayaanmu, sebab besarlah upah yang menantinya ... Sebab
sedikit, bahkan sangat sedikit waktu lagi, dan Ia yang akan datang, sudah akan
ada, tanpa menangguhkan kedatangan-Nya] (Ibr 10:35, 37). Dalam sekejap saja
lagi, kita akan mendengar berita yang paling menggembirakan dan terberkati dari
surga – [Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah kerajaan (dunia
baru) yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan] (Mat 25:34). Saya
dengan tulus berharap bahwa pada hari itu, kita semua akan bertemu satu sama
lain dengan bahagia sebagai saudara-bersaudara/saudari kandung, putra dan putri
kandung dari Bapa kita, para pangeran dan putri surgawi yang berbahagia, yang
menikmati hidup abadi di dalam kerajaan Bapa kita, dunia baru hingga
selama-lamanya.
DOALNARA
(MAJELIS UMUM NEGARA BATU DEKALOG)
doalnara.com
Semua pertanyaan dalam bahasa Inggris dialamatkan ke: doalnara101@gmail.com; dalam bahasa
Indonesia: doalnarask68@gmail.com
No comments:
Post a Comment