Wednesday, January 23, 2013

ALLAH ADALAH BAPA KANDUNGKU

Oleh Teacher Suk Sun


[Aku mau menceritakan tentang ketetapan TUHAN; Ia berkata kepada-Ku: “Anak-Ku Engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini”] (Mzm 2:7).
Anak yang Anda lahirkan sendiri adalah anak kandung Anda. Hanya karena Anda mengambil anak orang lain dan membuat dokumen-dokumen untuk menjadikan dia anak Anda tidak berarti bahwa dia adalah anak kandung Anda. Meskipun Anda menyiapkan dokumen yang cukup untuk membuatnya menjadi beberapa buku, anak itu hanya akan menjadi anak Anda berdasarkan dokumen; Anda tidak bisa menggunakan kata “kandung.” Oleh karena itu, ada bapa berdasarkan dokumen dan ada bapa kandung. Seorang anak hanya dapat memanggil seseorang yang secara pribadi melahirkan dia sebagai “bapa kandung”nya. Jadi ketika kita mengatakan bahwa Allah adalah [Bapa (kandung)] kita [sendiri] (Yoh 5:18), kita mengatakan bahwa Allah sungguh-sungguh telah memperanakkan kita melalui tubuh-Nya. Mari kita melihat secara mendetail fakta bahwa Allah telah secara pribadi memperanakkan kita melalui tubuh-Nya.

Silsilah Manusia

Mari kita menelusuri silsilah kita untuk melihat anak-anak siapakah kita ini.
[Ketika Yesus memulai pekerjaan-Nya, Ia berumur kira-kira tiga puluh tahun dan menurut anggapan orang, Ia adalah anak Yusuf, anak Eli, anak Matat, anak Lewi … anak Nuh, anak Lamekh, anak Metusalah, anak Henokh, anak Yared, anak Mahalaleel, anak Kenan, anak Enos, anak Set, anak Adam, anak Allah] (Luk 3:23-38).
Dengan kata lain, “Bapa Yesus adalah Yusuf, yang bapanya adalah Eli, yang bapanya adalah Matat, yang bapanya adalah Lewi … yang bapanya adalah Nuh, yang bapanya adalah Lamekh, yang bapanya adalah Metusalah, yang bapanya adalah Henokh, yang bapanya adalah Yared, yang bapanya adalah Mahalaleel, yang bapanya adalah Kenan, yang bapanya adalah Enos, yang bapanya adalah Set, yang bapanya adalah Adam, yang bapanya adalah Allah.” Dengan demikian, Allah adalah Bapa kandung kita.
Diungkapkan dengan cara lain, “Yesus dilahirkan oleh Yusuf (Maria), yang dilahirkan oleh Eli, yang dilahirkan oleh Matat, yang dilahirkan oleh Lewi … yang dilahirkan oleh Nuh, yang dilahirkan oleh Lamekh, yang dilahirkan oleh Metusalah, yang dilahirkan oleh Henokh, yang dilahirkan oleh Yared, yang dilahirkan oleh Mahalaleel, yang dilahirkan oleh Kenan, yang dilahirkan oleh Enos, yang dilahirkan oleh Set, yang dilahirkan oleh Adam, yang dilahirkan oleh Allah.” Oleh karena itu, Allah, Bapa surgawi kita adalah Bapa kandung kita yang telah melahirkan kita.
Kalau kita menelusuri asal-usul kita, dapat dilihat dengan jelas bahwa Allah adalah Bapa kandung kita yang telah memperanakkan kita. Kalau Allah bukan Bapa kandung kita dan Dia tidak memperanakkan kita, dari manakah kita berasal? Kita telah bertambah banyak karena seseorang jelas telah memperanakkan kita. Oleh Karena itu, Allah surgawi adalah Bapa kandung kita yang secara pribadi telah memperanakkan umat manusia.
Jika demikian halnya, seseorang mungkin balik bertanya, “Di dalam Kejadian pasal 1, ayat 26, Allah bersabda. [Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita]. Bagaimana Anda bisa mengatakan bahwa Allah secara pribadi memperanakkan kita?” Akan tetapi, jawaban saya tetap sama – Allah surgawi adalah Bapa kandung kita, yang telah secara pribadi memperanakkan kita melalui tubuh-Nya.
Jikalau kita ini hasil karya tangan yang tidak berharga yang Allah bentuk dari debu tanah pada mulanya, seperti pandangan dunia, mungkinkah ketiga Allah telah bangkit dan pergi demikian jauh mengorbankan hidup Mereka untuk mencari hasil karya tangan yang tidak berharga seperti itu?
 Akankah ada seorang raja manusia di dunia ini yang mau meninggalkan takhtanya dan mempertaruhkan hidupnya untuk mencari karya tangan yang dibuatnya dari tanah liat atau dari kayu? Alasan ketiga Allah mengorbankan diri demikian hebat dan mati untuk menyelamatkan kita ialah karena kita adalah anak-anak kandung yang Allah sendiri lahirkan. Oleh karena itu, jika kita tidak mengerti hubungan yang Bapa Kandung kita jalin dengan anak-anak kandung-Nya, mustahil untuk bisa menafsirkan Alkitab secara tepat. Kita menjadi orang-orang yang tidak tahu apa-apa, yang tidak mengetahui silsilah kita sendiri atau nenek moyang kita, dan akhirnya, ditipu untuk percaya kepada teori evolusi yang konyol, dan dengan begitu menjadi monyet-monyet, persis sama seperti mereka yang mengklaim bahwa monyet adalah leluhur kita. Sungguh menyedihkan dan patut disesalkan bahwa anak-anak kandung Allah yang mulia dan kudus, pangeran-pangeran dan putri-putri surgawi dengan menyedihkan mengatakan bahwa mereka adalah keturunan monyet tanpa menyadari betapa memalukan hal itu.

Berbagai Cara Melahirkan Anak

Perkenankan saya untuk membuktikan bahwa Allah tidak menjadikan kita dengan tangan-Nya tetapi Bapa kandung kita yang telah sungguh-sungguh melahirkan kita melalui tubuh-Nya.
Di alam semesta kita ini ada galaksi-galaksi yang jumlahnya tak terhitung. Panjang garis bujur dari sistem galaksi (Bimasakti) yang kita diami ini, kurang lebih 15.000 tahun cahaya (cahaya mengelilingi bumi tujuh setengah kali dalam satu detik) dan panjang garis lintangnya kurang lebih 100.000 tahun cahaya. Jadi kalau manusia mau menjelajahinya, selama ribuan generasi pun tidak akan dapat menempuh jarak itu. Kaum ilmuwan telah menghitung miliaran bintang di dalam galaksi kita dan miliaran galaksi seperti galaksi kita di alam semesta. Bahkan sampai demikian jauh, barulah merupakan perkiraan kasar dari kaum ilmuwan. Mungkin saja ada lebih banyak daripada itu. Alam semesta ini sungguh-sungguh sangat lebar dan luas. Dibandingkan dengan alam semesta itu, bumi ini tidak lebih daripada sebutir pasir, dan yang menggeliat keliling di dalamnya seperti jamur, itulah manusia.
Dibandingkan dengan alam semesta, bumi kecil ini tidak lebih dari sebutir pasir. Akan tetapi, ada begitu banyak spesies binatang berbeda yang hidup di dalamnya. Mari kita sejenak melihat bagaimana mereka melahirkan anak-anak (keturunan) mereka dan membesarkannya.
Binatang-binatang seperti sapi atau rusa melahirkan anak yang persis sama dengan mereka baik bentuk maupun rupanya. Binatang-binatang bersayap seperti burung merpati dan burung pipit, juga melahirkan anak (keturunan) yang persis seperti mereka dalam rupa dan bentuk. Akan tetapi, perlu disadari bahwa masing-masing mereka melahirkan anaknya melalui cara yang berbeda. Binatang berkuku seperti sapi atau rusa melahirkan anaknya dari tubuhnya. Dari kandungan, induk melahirkan anaknya melalui alat reproduksi sang betina lalu memberinya makan cairan berwarna putih dari kantong di perut induknya. Kita menyebut cairan putih ini air susu ibu/induk.
Akan tetapi, binatang bersayap seperti burung merpati, burung pipit atau ayam melahirkan dan membesarkan anaknya melalui cara yang sama sekali berbeda. Seperti Anda ketahui, mereka melahirkan anaknya dari tubuh mereka, tetapi bukan lewat kandungan atau organ reproduksi. Telur-telur bundar menyerupai batu yang tidak punya mata, telinga dan bahkan mulut, dibentuk di dalam indung telur dan dikeluarkan melalui anus. Sang induk lalu mengerami telur-telur itu selama berhari-hari. Akhirnya, setelah genap jumlah hari yang ditetapkan, keluarlah anak-anak dengan rupa dan bentuk yang persis sama dengan induk betina dan jantannya. Begitu menetas, mereka tidak minum susu dari induk mereka. Sebaliknya, mereka langsung makan serangga dan biji-bijian keras seperti yang dimakan induk betina dan jantannya.
Bahkan dalam dunia fauna di bumi yang kecil ini, meskipun mereka hidup bersama di bumi ini, kita bisa melihat perbedaan yang demikian besar, yang tak dapat dimengerti dan tak dapat dibayangkan bagaimana binatang berkaki empat dan binatang bersayap melahirkan dan membesarkan anak mereka. Akan tetapi, hasilnya sama. Pada akhirnya, masing-masingnya memiliki anak-anak elok yang persis serupa dengan mereka dalam segala hal, baik bentuk, sifat maupun ciri-cirinya. Perbedaannya adalah bagaimana mereka melahirkan dan membesarkan anak-anaknya.
Demikian juga, cara manusia, makhluk ciptaan yang memiliki tubuh jasmaniah melahirkan anak sama sekali berbeda dengan cara Bapa surgawi kita, Pencipta yang adalah [Roh] (Yoh 4:24) dan tidak memiliki tubuh jasmaniah, melahirkan anak. Manusia, makhluk ciptaan dengan tubuh jasmaniah, melahirkan anaknya dalam cara yang hampir sama dengan binatang-binatang yang juga memiliki tubuh jasmaniah. Mereka melahirkan anak melalui rahim di dalam tubuh mereka. Akan tetapi, karena Allah, sang Khalik, adalah roh dan tidak memiliki tubuh fisik, Ia melahirkan anak-anak-Nya dengan cara-Nya sendiri yaitu melalui rahim rohaniah sang Pencipta. Sang Pencipta memiliki anak dengan melahirkan mereka melalui rahim-Nya. Ini pertama kali tampaknya sulit dimengerti. Sama seperti burung-burung tidak dapat mengerti bagaimana binatang berkaki empat, seperti sapi atau rusa melahirkan dan membesarkan anak mereka, mungkin sulit bagi manusia – makhluk dengan tubuh fisik – untuk mengerti bagaimana Bapa surgawi kita, Khalik yang adalah [roh], memiliki anak.
Akan tetapi, kalau kita merenungkannya, maka siapa pun dapat dengan mudah memahaminya. Ketika manusia melahirkan anak, bayi dilahirkan setelah sembilan bulan di dalam kandungan ibunya, dan kemudian diberi makan cairan (air susu) dari kantung di dada ibunya, sama seperti binatang-binatang berkaki empat di bumi ini.
Pada mulanya, Bapa surgawi kita melahirkan Adam melalui rahim spiritual sang Pencipta. Kemudian, persis seperti burung-burung tidak menyusui anaknya, tetapi memberinya makan makanan keras, Bapa kita, Allah yang adalah roh dan bisa terbang, juga secara pribadi memberi makan anak-Nya yang baru lahir, Adam, makanan keras dan bukannya air susu ibu. Ia memberinya makan buah dari Pohon Kehidupan dan segala macam buah lain dan sayuran dari tumbuhan berbiji. Meskipun cara burung melahirkan anak sama sekali berbeda dengan cara binatang berkaki empat melahirkan anak, pada akhirnya, masing-masingnya memiliki anak yang persis menyerupai mereka. Demikian juga, meskipun cara manusia yang bertubuh jasmaniah memiliki anak sama sekali berbeda dengan cara Bapa surgawi kita, sang Khalik yang adalah [roh] melahirkan anak, pada akhirnya keduanya memiliki anak yang persis menyerupai mereka. [Berfirmanlah Allah: “Baiklah kita] melahirkan [manusia dalam gambar dan rupa Kita”], melalui rahim sang Pencipta. Setelah itu, Ia berkata, [Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini] (Kej 1:26; Mzm 2:7).
Burung-burung mengejek binatang-binatang berkaki empat karena mereka tak dapat mengerti cara binatang berkaki empat melahirkan anak dan sebaliknya binatang berkaki empat juga mengolok-olok burung-burung karena mereka juga tidak mengerti cara burung-burung melahirkan anak dengan mengeluarkan telur menyerupai batu tanpa mata, hidung, atau mulut. Demikian juga, manusia hanya berpikir mengenai dirinya dengan tubuh jasmaniah dan menolak untuk mengakui atau bahkan tidak mau mencoba mengerti bagaimana Bapa surgawi, sang Pencipta yang tidak memiliki tubuh jasmaniah melahirkan anak-anak-Nya. Ada orang yang bahkan menertawakan Dia. Oleh karena itu, Ia dengan sedih berkata, [Engkau menyangka, bahwa Aku ini sederajat dengan engkau] (Mzm 50:21).
 Akan tetapi, Yesus dengan jelas mengatakan kepada kita, [Janganlah kamu menyebut siapapun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, (yang telah secara pribadi memperanakkan kamu), yaitu Dia yang di sorga] (Mat 23:9). Bahkan Maleakhi, yang mengetahui kenyataan ini, balik bertanya, [Bukankah kita sekalian mempunyai satu Bapa] (Mal 2:10)? Yesus kembali mengatakan kepada kita, [Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga…] (Mat 6:9), dan mulai sekarang panggil Dia [Bapa (kandungmu) sendiri] (Yoh 5:18). Selagi Yesus berada di atas bumi ini, Ia memanggil Allah sebagai [Bapa (kandung)-Nya sendiri]. [Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuh-Nya] (Yoh 5:18). Mereka membenci Yesus dan cemburu terhadap Dia dan pada akhirnya membunuh anak kandung Allah oleh karena itu.
Demikianlah dinubuatkan bahwa di akhir zaman ini, mereka yang tidak menerima Allah sebagai Bapa kandung mereka akan menjadi cemburu terhadap anak-anak kandung Allah, membenci dan menganiaya mereka yang telah menerima Dia sebagai Bapa kandung mereka. [Tetapi ketika penggarap-penggarap itu melihat anaknya itu, mereka berkata seorang kepada yang lain: Ia adalah ahli waris, mari kita bunuh dia, supaya warisannya menjadi milik kita] (Mat 21:38). Adalah Setan, ilah dari dunia ini, dan bukan orang-orang Yahudi yang mengatakan ini. Dia telah diusir keluar dari surga dan alam semesta, dan dia berusaha merebut dan menjadikan bumi kecil ini sebagai kubu (kerajaan)nya untuk selama-lamanya. Lalu muncullah para ahli waris dari bumi ini, yakni anak-anak kandung Allah, dan karena itu Setan berkata, “Mari kita bunuh mereka supaya warisan (mereka dari bumi ini) menjadi milik kita.’’
Namun demikian, bahkan hari ini, dengan mengatakan, [Pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu] (Yoh 20:17), Yesus, anak kandung Allah, menegaskannya sekali lagi bahwa kita adalah putra-putri kandung Allah seperti Dia dan ahli waris kekal dari bumi ini sebagai saudara-saudara nan egaliter.

Bapa Kandung Kita Yang Melahirkan Kita Melalui Tubuh-Nya.
Perkenankan saya untuk menampilkan satu lagi kenyataan yang jelas sebagai bukti. Ketika Allah menciptakan langit dan bumi pada mulanya, apakah Ia menciptakan matahari, bumi, bulan dan bintang-bintang dengan meremas-remas lumpur dengan tangan-Nya menjadi gumpalan-gumpalan besar seperti anak-anak menggumpal salju untuk membuat orang-orangan di musim dingin? Tentu saja tidak. Allah menjadikan matahari, bumi dan bulan, hanya melalui perintah dan sama sekali tidak menyentuhnya sekalipun hanya dengan ujung jari tangan-Nya. Juga ketika Ia menciptakan berbagai spesies binatang, burung-burung dan binatang berlari, dan makhluk-makhluk di dalam laut yang tak terhitung jumlahnya, apakah Ia membuatnya dengan meremas lumpur dan membentuk masing-masing mereka dengan tangan-Nya? Tentu saja tidak. Ia hanya menciptakan mereka dengan perintah dan sama sekali tidak menyentuh mereka dengan ujung jari tangan-Nya sekalipun. Oleh karena itu, hendaklah kita ingat fakta-fakta berikut ini dan jangan pernah kita lupakan: ketika Allah menciptakan benda-benda angkasa dan binatang-binatang yang tak terhitung jumlahnya, Ia tidak pernah menyentuh mereka dengan tubuh ilahi-Nya atau bahkan ujung jari tangan-Nya sekalipun. Ia hanya menjadikan mereka melalui perintah. Tetapi akan halnya manusia, meskipun jauh lebih kecil daripada sebuah bintang, bulan, gajah atau bahkan sapi, Allah menyentuhnya dengan jari tangan-Nya dan tubuh ilahi-Nya ketika Ia menjadikannya.
Yehovah Allah menjadikan segala sesuatu yang lain dengan firman-Nya bahkan sama sekali tanpa mendekatkan tubuh ilahi-Nya kepada mereka. Akan tetapi ketika Ia melahirkan manusia, dengan berhati-hati, dengan segenap rasa kasih dan dengan penuh perhatian Ia mengambil debu tanah yang terbaik dan membentuknya dengan indah dengan tangan-Nya sendiri menurut rupa-Nya. Dewasa ini, manusia yang sudah demikian merosot yang bahkan tidak mampu hidup seratus tahun bisa melukis atau mengukir sesuatu yang tampak seperti binatang yang hidup. Oleh karena Allah yang mahakuasa menjadikan manusia dari debu tanah untuk secara sempurna menyerupai Dia, betapa rupawan dan sempurnanya Ia telah menjadikan Adam!
Sama seperti kita tidak dapat melahirkan anak-anak rohaniah oleh karena kita memiliki tubuh jasmaniah, Allah adalah roh; Ia tidak memiliki tubuh jasmaniah sehingga Ia tidak dapat melahirkan anak-anak jasmaniah. Oleh karena itu, [Yehovah menyediakan] (Kej 22:14) – [Allah … menyediakan bagi-Nya] (Kej 22:8) sebuah tubuh untuk anak-Nya. Bahkan setelah itu, Ia meletakkan tangan-Nya pada Adam dan sambil mendekapnya, mengelus seluruh tubuh Adam, dari kepala, ke badan, kemudian turun sampai ke jari-jari kaki. Allah benar-benar bahagia setelah itu. Adam begitu rupawan dan menarik sehingga Ia merangkulnya sekali lagi. Lalu setelah menekankan bibir-Nya ke bibir Adam, Ia [menghembuskan nafas hidup (kekal yang ada di dalam diri-Nya) ke dalam hidungnya] (Kej 2:7). Putra-Nya (Adam) membuka matanya, tersenyum dan setelah mengatakan “Papa”, ia berdiri. Lalu Allah berkata, “[Anak-Ku Engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini]” (Mzm 2:7) dan merangkulnya dengan erat.
Ini adalah peristiwa bersejarah yang dashyat bagi alam semesta – peristiwa yang besar dan mulia di mana Allah secara pribadi melahirkan anak-Nya melalui tubuh-Nya. Oh, betapa indahnya jika kita sekalian mengetahui betapa sungguh-sungguh mulia tubuh kita ini! Begitu kita lahir ke bumi ini, dada pertama yang kita dekap adalah dada Bapa surgawi kita, wajah pertama yang dilihat mata kita adalah wajah Bapa surgawi kita, bibir pertama yang kita kecup adalah bibir Bapa Kandung surgawi kita, dan pipi pertama yang bergesekan dengan pipi kita adalah pipi Bapa surgawi kita. Oleh karena itu Ia berkata, “[Orang-orang kudus yang ada di tanah ini, merekalah orang mulia (para pangeran dan putri surgawi) yang selalu menjadi kesukaan-Ku (Raja agung alam semesta)] (Mzm 16:3). Oleh karena itu, sikap dan tingkah-laku kita haruslah mulia dan kudus. Jangan pernah kita membiarkan tubuh kita atau hati kita menjadi alat najis bagi dosa.

[Tuhan Allah membentuk manusia dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup] (Kej 2:7).
[Makhluk hidup] ini, roh, adalah entitas Allah dan hidup-Nya, yang hanya Dialah yang memilikinya dan hanya Dialah yang dapat memberikannya. [Tuhan Allah] membentuk dan menjadikan [manusia dari debu tanah], menggendong putra-Nya yang terkasih Adam yang persis menyerupai Dia di dalam rangkulan-Nya, mendekapnya dan menekankan bibir-Nya ke bibir Adam, [menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya, demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup]. Dengan kata lain, Kejadian pasal 2 ayat 7 itu berarti, “Allah dengan tubuh jasmaniah telah lahir.”
Semua binatang yang beribu-ribu jenis itu diciptakan dengan sebuah perintah dari bibir Allah Khalik. Akan tetapi, dalam hal manusia adalah berbeda sama sekali – tubuhnya bersentuhan langsung dengan tubuh ilahi Allah. Dengan kata lain, ia berasal dari tubuh Allah. Hidup yang dimiliki manusia juga berbeda dengan hidup yang dimiliki binatang; manusia memiliki hidup yang abadi yang berasal dari tubuh Allah. Oleh karena itu adalah kesalahan besar berpikir bahwa tubuh manusia dan binatang adalah sama hanya karena keduanya memiliki struktur jasmani yang terdiri dari darah, daging dan tulang-tulang. Tubuh binatang adalah daging; mereka tidak berasal dari tubuh ilahi Allah. Hanya manusia bersentuhan dengan tubuh Allah. Jadi manusia memiliki tubuh ilahi yang mulia yang berasal dari tubuh Allah sendiri.
Hidup yang manusia miliki juga berbeda dengan hidup sapi, babi dan anjing karena binatang-binatang diciptakan hanya melalui perintah dari mulut Allah. Hidup yang dimiliki manusia adalah hidup Allah yang mulia dan kekal, yang berasal dari tubuh-Nya. Karena baik daging maupun hidup kita berasal dari tubuh-Nya sebagai keturunan-Nya, kita adalah anak-anak kandung-Nya. Jika bukan Allah yang telah memperanakkan kita dengan tubuh-Nya maka kita tidak mungkin menjadi anak-anak kandung-Nya, juga kita tidak akan berani memanggil Dia, [Bapa kami yang di sorga] (Mat 6:29). Lebih-lebih lagi, Dia tidak akan pernah mengatakan, [Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini] (Mzm 2:7).
Baiklah saya membuktikan ini dengan fakta-fakta yang lebih solid lagi. Sebelum induk sapi melahirkan anaknya, anaknya hanya menyentuh sebagian kecil dari rahim induknya yang hanya beberapa puluh sentimeter panjangnya. Anak sapi hanya menyentuh sebagian kecil dari tubuh induknya, dinding kandungannya. Kelahiran tidak menyebabkan usus atau ginjal induknya menjadi terpisah dan terambil dari tubuhnya. Struktur jasmaninya tetap seperti sedia kala; anak sapi hanya menyentuh sebagian kecil dari tubuh induknya, kandungannya, sebelum lahir.
Bahkan anak (telur) burung hanya menyentuh dinding dari indung telur induknya sebelum ditelurkan. Dengan bertelur tidak berarti bahwa sebagian dari struktur jasmani induk burung terluka. Struktur jasmaninya tetap mempertahankan bentuk asalnya. Anak-anaknya hanya menyentuh sebagian dari tubuh induknya sebelum induk menelurkan mereka.
Hal serupa terjadi juga dengan manusia. Seorang anak dilahirkan setelah menyentuh dinding uterus ibunya, yang hanya beberapa puluh sentimeter panjangnya, selama sembilan bulan. Yang harus kita ingat di sini adalah bahwa apakah itu anak sapi, anak burung atau bayi manusia, jikalau mereka sudah “menyentuh sebagian dari tubuh ibu/induknya” – apakah itu rahim, perut, atau indung telur sebelum dilahirkan, mereka adalah keturunan, anak kandung.


Dalam hal ini, kita adalah anak-anak kandung Allah, keturunan-Nya sebab pada mulanya (Kej 2:7) sebagian dari tubuh Allah menyentuh manusia sebelum dilahirkan. Sementara anak sapi, anak burung atau bayi manusia menyentuh hanya satu bagian dari tubuh ibu/induk mereka sebelum lahir, kita bersentuhan dengan bagian-bagian yang tak terbandingkan banyaknya dari tubuh ilahi Allah. Oleh karena itu, kita adalah keturunan-keturunan Allah yang paling autentik. Manusia adalah keturunan sempurna yang berasal dari tubuh Allah. Kita adalah anak-anak kandung-Nya dan Dia adalah Bapa kandung kita yang telah secara pribadi memperanakkan kita melalui tubuh-Nya. [Janganlah kamu menyebut siapapun bapa di bumi ini, karena] hanya satu yang sungguh-sungguh telah memperanakkan kamu, Bapamu, [yaitu Dia yang di sorga] (Mat 23:9). Oleh karena itu, di dalam Alkitab ada tertulis bahwa kita adalah [keturunan Allah yang telah menjadikan bumi dan segala isinya … Tuhan atas langit dan bumi] (Kis17:24, 28). Ini memberikan kesaksian bahwa Ia telah memperanakkan kita. Ia mengatakan, “Karena kamu telah dilahirkan oleh Allah, Tuhan atas langit dan bumi, kamu adalah anak-anak kandung-Ku. [Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna (hidup kudus)] (Mat 5:48), supaya kamu bisa hidup bersama dengan Bapa kita menikmati hidup yang kekal dan abadi di dalam kerajaan-Ku, dunia baru penuh sukacita.”

Hujat Yang Tak Pernah Dapat Diampuni

Setan, ilah dunia ini, telah menggali tiga macam lubang di bumi ini dan membunuh semua umat manusia dengan memastikan sehingga tak satu pun dari anak-anak Allah yang dapat lolos dari padanya. Apakah ketiga lubang jebakan itu?
Pertama, ia menggunakan kaum ateis untuk membuat sebuah jebakan bernama ateisme. Mereka mengklaim, “Tidak ada Allah, tidak ada Pencipta. Dunia ini dan manusia ada dengan sendirinya, dan manusia berubah secara bertahap dari sebuah organisme kecil (sebentuk amuba) atau seekor binatang (kera). Oleh karena itu, manusia juga adalah seekor binatang (hewan) yang hidup untuk beberapa waktu dan kemudian mati, sama seperti binatang-binatang yang lain.” Untuk membunuh semua orang dengan perangkap ini, Setan menggunakan semua lembaga pendidikan di dunia ini untuk menyebarkan teori evolusi yang palsu.
Jikalau teori evolusi itu merupakam fakta yang tak dapat dibantah, kita seharusnya sudah sering, ataupun paling kurang sekali-sekali, mendengar di radio atau melihat di televisi selama beribu-ribu tahun keberadaan manusia, tajuk-tajuk berita tentang seekor ameba atau seekor monyet menjadi manusia. Akan tetapi, ribuan tahun dan generasi demi generasi telah berlalu dan monyet-monyet hanya melahirkan monyet. Mereka tidak pernah melahirkan manusia atau bahkan bermetamorfosis menjadi manusia sedikit pun. Dari generasi ke generasi, manusia juga hanya melahirkan manusia. Kita tidak pernah mendengar manusia melahirkan monyet atau bermetamorfosis menjadi monyet. Bahkan dengan melihat kenyataan itu saja, dapat dimengerti bahwa teori evolusi adalah sebuah teori yang tidak benar, tak berdasar, dan tidak lebih daripada sebuah pikiran sesat yang kekanak-kanakan, yang dimunculkan oleh setan-setan di dunia ini untuk menentang Allah.
Dewasa ini, yang menyebut diri para ilmuwan telah bangkit kembali dengan publikasi baru bahwa tikus adalah nenek moyang manusia. Mereka menulis, “Kurang lebih 99% dari gen di dalam manusia sama dengan gen di dalam tikus.… Tikus, manusia dan banyak lagi binatang lain berasal dari leluhur yang sama, dari makhluk berukuran kurang lebih sebesar seekor tikus kecil, sekitar 75 sampai 125 juta tahun silam.” Ketika saya membaca itu, saya begitu terkejut dan tertegun membisu. Sebelumnya mereka bersikeras bahwa bapa leluhur mereka adalah monyet karena tengkorak manusia dan monyet serupa. Sekarang mereka kembali bersikukuh bahwa seekor tikus yang merayap di tanah, yang tengkorak, hati atau rupanya sama sekali tidak ada miripnya dengan manusia, sebagai bapa mereka. Saya tidak dapat mengerti mengapa mereka punya begitu banyak bapa. Bagaimanapun, tidak lama lagi, tidak akan ada keturunan keji dari monyet atau tikus najis di dunia baru. Hanya anak-anak kandung Bapa surgawi kita, para pangeran dan putri surgawi, yang akan hidup untuk selama-lamanya, menikmati kebahagiaan kekal dan hidup abadi di kerajaan Bapa mereka.
Perangkap kedua adalah sebuah perangkap ateistis yang dibuat oleh mereka yang mengaku percaya kepada Allah. Setan telah menggali lubang ini melalui kaum teolog palsu yang menyatakan dirinya sebagai hamba-hamba Tuhan. Mereka berseru, “Dahulu Allah memang ada, tetapi Ia sudah tua dan mati.” Oleh karena itu, menurut mereka, kita harus menganggap agama sebagai suatu cara untuk mengembangkan pikiran kita dan setelah itu kita mati.
Jikalau Allah yang menciptakan alam semesta dan menjalankannya sudah mati seperti yang mereka katakan, maka sama seperti sebuah pesawat udara jatuh dari langit dan hancur berkeping-keping kalau pilotnya tewas dalam perang atau karena alasan lain, alam semesta ini tidak akan mampu bertahan sampai sekarang. Bintang-bintang yang tak terhitung jumlahnya niscaya telah menabrak satu sama lain, hancur dan lenyap tanpa bekas. Teori ini sama saja merupakan cara pikir sesat yang kekanak-kanakan yang dibuat oleh setan-setan di dunia ini untuk menghujat Allah. Kita tak akan pernah mendengar pernyataan-pernyataan jahat seperti itu di dunia baru.
Perangkap ketiga adalah sebuah perangkap ateistis yang dipasang oleh penganut teori penciptaan. Setan telah menggali lubang ini melalui kaum teolog yang katanya memperingati hari penciptaan. Mereka mengklaim, “Allah menciptakan manusia dengan cara yang sama seperti Ia menciptakan binatang-binatang.” Perangkap teologi palsu ini menyangkal hubungan kandung Bapa-anak bahwa Allah meperanakkan manusia. Ini adalah dosa yang paling keji di antara ketiga perangkap itu dan merupakan hujat yang tak pernah dapat diampuni.
Jikalau Allah menciptakan manusia dengan cara yang sama seperti Ia menciptakan sapi, babi, atau anjing seperti yang mereka katakan, Allah juga harus menjadi Bapa bagi sapi, babi, dan anjing. Jikalau Ia menciptakan mereka dengan cara yang sama, mengapa Ia hanya menjadi Bapa bagi umat manusia? Ia harus menjadi Bapa bagi sapi, babi dan anjing juga. Oleh karena itu, mereka yang mengklaim bahwa Allah menciptakan manusia melalui cara yang sama seperti Dia menciptakan sapi, babi, dan anjing, menyangkal hubungan kandung Bapa-anak dan dengan begitu menghujat Allah, yang untuk selama-lamanya tidak dapat diampuni dengan menurunkan derajat Allah yang mulia dan kudus menjadi Bapa bagi sapi, babi dan anjing. Saya berharap pembaca bisa menyadari kenyataan ini dan berhati-hati untuk tidak mengikuti mereka yang berdosa dengan menghujat Allah seperti itu. Saya berharap agar Anda menerima Bapa kandung, Ayah Kandung surgawi, sebagai Bapa Anda sendiri dan menjadi anak kandung-Nya yang hidup bahagia di rumah-Nya bersama Dia untuk selama-lamanya.
Sekali lagi, meskipun sapi, babi, anjing dan manusia semuanya sama-sama bernapas, jangan pernah Anda beranggapan bahwa hidup yang mereka miliki sama dengan hidup yang kita miliki. Allah menciptakan sapi, babi, dan anjing dengan firman dari mulut-Nya. Hidup mereka tidak berharga dan sia-sia, yang akan lenyap seperti angin. Sementara tubuh dan jiwa kita berasal dari Allah; hidup yang kita miliki adalah hidup yang kekal, hidup yang tak dapat binasa yang ada di dalam tubuh Bapa surgawi kita sejak purbakala – hidup kudus Allah yang masuk ke tubuh manusia melalui bibir-Nya. Karena itulah, Ayah Kandung kita telah datang kepada kita dan mengonfirmasikan identitas kita dengan mengatakan, “[Kamu adalah allah, dan anak-anak Yang Mahatinggi (Raja agung alam semesta) kamu sekalian]” (Mzm 82:6).
Kita harus bersorak nyaring dan bernyanyi tentang betapa mulianya kita sebagai putra dan putri kandung Allah. Tak terbayangkan betapa banyaknya ayat Alkitab di mana Allah telah menyatakan, “anak-Ku”. Saya harap Anda tidak akan melupakan hal ini. Inilah yang melayakkan kita untuk menjadi ahli waris dunia baru yang tak dapat binasa dan inilah apa yang memberi kita kuasa untuk hidup secara sah bersama Bapa surgawi kita di dalam satu rumah selaku anak-anak kandung-Nya. Saya harap Anda bersyukur atas kenyataan ini dan sebagai anak-anak kandung Allah, Anda menjadi para pangeran dan putri surgawi yang paling dikasihi oleh Allah, yang menikmati hidup, kebebasan dan kebahagiaan hingga selama-lamanya.

Langit dan bumi, lautan dan ciptaan, dan segenap penghuni alam semesta bangkit untuk menari riang menyambut kabar gembira seperti ini. Akan tetapi sudah banyak kali saya menghadapi perlawanan dan gangguan selagi menyebarkan kabar gembira yang menyatukan kembali anggota-anggota keluarga alam semesta yang telah tercerai-berai. Perkenankan saya menceritakan kepada Anda dua buah cerita yang menarik.
Sekali waktu saya diundang untuk berbicara di Provinsi Gangwon. Suatu hari selagi seminar, 14 pendeta dan tua-tua jemaat dari gereja tertentu yang memelihara hari Sabat menyerbu masuk. Saya sedang berada di ruangan seminar pada waktu itu. Segera setelah duduk, mereka memanggil saya, sang pembicara, untuk datang ke kamar di mana mereka berada. Adalah tidak mungkin bagi putra kandung Allah yang mulia ini untuk pergi ke sana hanya karena mereka memanggil. Saya pertama-tama bertanya kepada Ayah Kandung saya apa yang harus saya perbuat. Ketika saya bertanya, “Bapa, haruskah saya pergi, atau tidak?” Ia memberi saya firman, “[Oleh sebab itu, pergilah, Aku akan menyertai lidahmu dan mengajar engkau, apa yang harus kaukatakan] (Kel 4:12). [Bukankah Aku mengutus engkau? Akulah yang menyertai engkau, sebab itu engkau akan memukul kalah (mereka) sampai habis] (Hak 6:14, 16), lalu saya segera bergerak menuju ruangan itu.
Mereka juga bahkan sudah memanggil pasangan pemilik rumah yang kami gunakan untuk seminar itu, sehingga ada enam belas orang memadati ruangan itu. Setelah saya membuka pintu dan masuk ke ruangan, mereka meminta saya untuk duduk di tengah-tengah. Apa yang dikatakan oleh para pendeta di antara mereka itu, begitu rendah sehingga tidak mungkin saya melibatkan diri dan karena itu saya tinggal diam. Lalu, yang merasa dirinya paling berpengetahuan di antara mereka berkata, “Kalau begitu, baiklah Anda berhadapan dengan saya.”
“Silakan.”
“Guru Park, Anda mengklaim bahwa Allah memperanakkan manusia melalui kandungan-Nya?”
“Kalau tidak, apakah Allah menciptakan manusia sama seperti Ia menciptakan sapi, babi, atau anjing?”
“Tentu saja, mengapa tidak?”
Saya menjawab, “Kalau demikian, Allah harus menjadi Bapa bagi sapi, babi dan anjing. Jika Allah menciptakan manusia sama seperti Ia menciptakan sapi, babi, dan anjing, mengapa Ia hanya menjadi Bapa bagi manusia? Bukankah Dia harus menjadi Bapa bagi sapi, babi dan anjing juga? Ini adalah suatu hujat terhadap Allah yang untuk selama-lamanya tak dapat diampuni, karena telah merendahkan Allah yang kudus menjadi Bapa bagi sapi, babi dan anjing.” Perkataan ini membungkam keempat belas pendeta dan tua-tua jemaat itu, seolah-olah mengunci mulut mereka. Pandangan sukacita yang mereka miliki sesaat sebelumnya ketika pertama datang, lenyap dan akhirnya mereka melarikan diri tanpa semangat. Persis seperti perkataan Bapa kita, saya mengalahkan mereka sampai habis.
Pada suatu kesempatan yang lain, dalam sebuah seminar yang saya selenggarakan di Seoul, seorang pendeta yang dijuluki “Alkitab Berjalan” mengkritik saya katanya, “Alkitab menyatakan bahwa Allah mengadopsi kita. Di mana dikatakan bahwa Ia memperanakkan kita?” Ada ayat dalam Alkitab yang mengatakan bahwa kita [menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah] (Rom 8:15). Apa artinya ini?
Allah, sekali waktu, memerintahkan kepada Hosea, putranya yang tampan, baik dan patuh, “Jangan menikahi seorang perawan yang masih murni. Nikahilah Gomer, pelacur kotor itu.” Hosea bahkan mematuhi perkataan itu. Ia, seorang suami yang baik, membawa pelacur itu ke rumahnya dan mengatakan kepadanya, “Saya hanya akan mengasihi engkau. Kuburkanlah masa lalumu dan mulai sekarang hanya mengasihi saya.” Gomer menjadi baik untuk beberapa bulan dan suaminya mengasihi dia. Segera setelah itu, ia kembali kepada muncikarinya dan menjadi pelacur lagi. Lalu Hosea mengambil jelai berkarung-karung dan uang lalu pergi mengemis kepada muncikari itu untuk menjual kembali perempuan itu kepadanya. Oleh karena dia telah menyerahkan dirinya kepada germo, Hosea harus membayar berkarung-karung jelai untuk membeli dia kembali meskipun dia jelas-jelas istrinya.
Demikianlah halnya, meskipun Bapa Kandung kita pada mulanya memperanakkan kita, kita menyerahkan diri kepada Setan iblis setelah berdosa, sehingga Bapa kita harus membeli kita kembali dengan darah penebusan dari Putra-Nya. Dalam pengertian itulah kita diangkat sebagai anak. Fakta-fakta itu mengungkapkan dengan jelas bahwa bukanlah iblis atau seekor binatang yang telah melahirkan kita. Kita adalah putra dan putri kandung Allah, yang dilahirkan sendiri oleh Bapa surgawi kita melalui tubuh-Nya semenjak awal. Lagi pula, frasa [yang menjadikan ... anak (adopsi)] dalam kitab Roma menyiratkan “seorang anak yang Allah lahirkan dan besarkan.” Ia mengatakan, [Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah (anak-anak kandung yang dibesarkan oleh Ayah Kandung). Oleh Roh itu kita berseru: “ya Abba, ya Bapa”] (Rom 8:15).

Meskipun Alkitab menggunakan kata [menciptakan] untuk manusia dan binatang, pengertiannya sama sekali berbeda untuk masing-masingnya. Untuk binatang, [menciptakan] berarti “membuat,” tetapi untuk manusia [menciptakan] berarti “memperanakkan, melahirkan.” Sama seperti kita mengatakan seorang bayi “dibentuk” di dalam kandungan ibunya, kata dibentuk mengandung arti “diciptakan.” Ketika saya berbicara mengenai “rahim” Allah, saya tidak bermaksud bahwa Allah yang sepenuhnya roh dan tidak memiliki tubuh jasmaniah memiliki sebuah rahim seperti yang dimiliki manusia. Saya menggunakan kata “rahim” untuk menggambarkan cara dan proses bagaimana Allah yang adalah roh melahirkan kita. Dengan kata lain, indung telur pada unggas adalah rahimnya, alat reproduksi di dalam sapi adalah rahimnya, kandungan pada seorang wanita adalah rahimnya, dan proses melalui mana Allah memperanakkan kita adalah rahim-Nya.
Oleh karena itu Bapa surgawi kita bahkan pada hari ini mengatakan kepada kita, [Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini] (Mzm 2:7).
Yehovah tidak mengatakan, “Engkau adalah monyet-Ku,” “Engkau adalah babi-Ku,” atau “Engkau adalah anak anjing-Ku.” Ia dengan jelas mengatakan, [Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini] (Mzm 2:7). Mereka yang menerima perkataan-perkataan yang tidak mungkin salah ini sebagai kenyataan setelah membacanya akan lahir kembali pada saat ini sebagai putra dan putri kandung Allah melalui rahim Yehovah, Tuhan semesta alam. Pada waktu yang sama, mereka akan menjadi ahli waris dunia ini dan dunia baru. Mereka juga akan menerima kuasa yang Allah berikan pada mulanya – [Baiklah Kita menjadikan (melahirkan) manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa … atas seluruh bumi, dan atas segala binatang yang merayap...] (Kej 1:26, 28). Anak-anak kandung-Nya akan hidup sebagai para ahli waris yang menaklukkan dan berkuasa atas bumi dan alam semesta. Sampai sekarang, Setan, ilah dari dunia ini dan perantara-perantaranya menipu dan menyeret kita keliling sebagai jongos-jongosnya, monyet-monyetnya. Sekarang setelah kita mendapatkan kembali identitas dan hak-hak kita sebagai anak-anak kandung Allah, kita akan memerintah seluruh bumi dan alam semesta sebagai pemilik-pemilik yang agung dan raja-raja atas segala bangsa.

Tidak Soal Bagaimana Kita Memandangnya,
Tak Dapat Diragukan Lagi Dialah Bapa Kandung Kita
Apakah kita berdebat tentang itu atau menyelidiki hubungan antara Bapa surgawi dan kita dengan menjejaki kembali susur galur keluarga umat manusia, Dia adalah Bapa kandung kita yang bertalian darah dengan kita. Allah melahirkan manusia (Adam), dan manusia                                                                                                                      (Maria) melahirkan Allah, Yesus. Perkenankan saya mengajukan pertanyaan ini kepada pembaca. Binatang kesayangan apa yang paling dekat dengan Anda atau yang paling Anda sayangi di rumah? Sebagian besar dari Anda akan menjawab, “(anak) anjing.” Itu betul sekali. Kebanyakan orang menyayangi anjing. Mereka makan sisa-sisa dari meja kita dan tinggal satu atap dengan kita. Akan tetapi, hanya karena anjing adalah “sahabat terbaik” kita, apakah mungkin seorang manusia berhubungan dengan anjing dan melahirkan seekor anjing dan bagi seekor anjing untuk melahirkan seorang anak manusia? Anda mungkin berpikir, pertanyaan ini sangat menghina dan merendahkan martabat. Akan tetapi kalau demikian halnya, bagaimana bisa Allah yang kudus dan agung dan manusia yang rendah memiliki hubungan yang tak terpisahkan? Bagaimana Allah bisa melahirkan seorang manusia (Adam) dan seorang manusia (Maria) melahirkan Allah (Yesus)? Kenyataan yang tak dapat dimungkiri adalah bahwa kedua-duanya, Allah dan manusia, sama-sama merupakan anggota perkauman surgawi; oleh karena itu ada hubungan seperti itu. Karena kita sama-sama adalah imamat rajani (1 Pet 2:9) sehingga kita punya hubungan yang tak terpisahkan seperti itu.
[Orang-orang kudus yang ada di tanah ini, merekalah … (anak-)anak-Ku yang selalu menjadi kesukaan-Ku] (Mzm 16:3; 2:7). [Aku sendiri telah berfirman: “Kamu adalah allah, dan anak-anak Yang Mahatinggi kamu sekalian. Namun seperti manusia (keturunan kera) kamu akan mati dan seperti salah seorang pembesar kamu akan tewas”]. [Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini] (Mzm 82:6, 7; 2:7).
Oleh karena itu, dengan melihat asal-usul kita – kenyataan bahwa Allah secara pribadi telah memperanakkan kita, menyelidiki hubungan darah kita, atau melihat kenyataan bahwa kita memiliki keserupaan dengan Allah, tak dapat diragukan lagi bahwa kita adalah anak-anak kandung terkasih dari Bapa kandung surgawi, para pangeran dan putri Raja surgawi, berdasarkan semua fakta yang demikian jelas itu. Oh, betapa mulianya tubuh dan identitas yang kita miliki! Karena itu, kalau orang yang hidup di bumi ini mempercayai perkataan-perkataan ini dan menerima Ayah Kandung sebagai Ayah pribadi, mereka tidak hanya akan tinggal serumah bersama Dia untuk selama-lamanya, tetapi juga akan menjadi Allah-Allah yang tidak dapat binasa, pangeran Allah dan putri Allah semesta alam yang berbahagia.

 

Jawaban Jelas Terhadap Kontradiksi

Dengan mengutip Kejadian pasal 2, ayat 7, [Tuhan Allah membentuk manusia dari debu tanah], Anda (Suk Sun) mengklaim bahwa hanya manusia yang secara pribadi dibentuk dengan tubuh Allah, tetapi di dalam Kejadian pasal 2, ayat 19, ada tertulis, [Lalu Tuhan Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara...]. Allah tidak hanya secara pribadi membentuk manusia, tetapi juga binatang-binatang. Oleh karena itu, pernyataan Anda itu salah.
Kejadian pasal 2, ayat 19, tidak mengatakan bahwa Allah membentuk binatang-binatang dan burung-burung dari tanah dengan tangan-Nya sendiri. Sebaliknya dinyatakan bahwa Allah memerintahkan agar semua binatang hutan dan burung-burung tercipta dari tanah. Ini tidak berarti bahwa Ia secara pribadi membentuk mereka. Kapan Allah menggali tanah dan secara pribadi membuat berbagai spesies burung dan binatang yang tak terhitung banyaknya itu? Jikalau Allah telah menciptakan sapi, babi, anjing dan burung-burung dengan cara yang sama dengan manusia, tidakkah seharusnya juga dikatakan bahwa begitu Ia menghembuskan napas hidup ke dalam hidung anjing atau babi, demikianlah mereka menjadi [makhluk yang hidup] (Kej 2:7)? Akan tetapi, itu sama sekali tidak masuk akal. Allah menggunakan tubuh-Nya untuk secara pribadi hanya membentuk anak-anak-Nya manusia di bumi, dan sambil bibir-Nya bersentuhan dengan bibir mereka Ia menghembuskan kepada mereka kehidupan kekal yang ada dalam Dia. Sekali lagi, Kejadian pasal 2, ayat 19 menyiratkan bahwa Allah memerintahkan agar setiap binatang hutan dan burung di udara tercipta dari debu tanah.
  
Mengutip Mazmur pasal 2, ayat 7, [Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini], Anda mengklaim bahwa Allah telah secara pribadi memperanakkan manusia. Akan tetapi, Mazmur pasal 2, ayat 7 itu tidak merujuk kepada manusia tetapi kepada Yesus, sebagaimana tertera dalam Kisah Para Rasul pasal 13, ayat 33. Ia tidak pernah merujuk kepada kita. Karena itu, pernyataan Anda itu keliru.
Tentu saja, Mazmur pasal 2, ayat 7 merujuk kepada Yesus, sebagaimana tertulis di dalam Kisah Para Rasul pasal 13, ayat 33. Saya tidak membantah itu dan juga bukannya tidak menyadari hal itu. Akan tetapi Mazmur pasal 2, ayat 7 merujuk kepada Yesus dan sekaligus kepada kita. Jikalau kita hanya mengutip Kisah Para Rasul pasal 13, ayat 33 dan mengatakan bahwa Mazmur pasal 2, ayat 7 tidak berlaku bagi kita, maka kita semua harus membuang Alkitab. Alkitab sama sekali tidak berguna bagi kita oleh karena Allah mengucapkan firman-firman yang dicatat dalam Alkitab itu hanya untuk Musa, Yesaya, Daniel, Yesus dan Daud, dan bukan untuk kita. Sudah tentu, ini tidak benar. Bapa kita mengucapkan semua firman-firman di dalam Alkitab itu kepada masing-masing kita melalui bibir para rasul dan para nabi. Jikalau Allah mengucapkan perkataan-perkataan itu hanya untuk Yesus atau Daud, maka Ia seharusnya hanya mengatakan itu kepada mereka dan tidak perlu memberikan Alkitab kepada kita. Mengapa semua itu dicatat dalam Alkitab dan kemudian diberikan kepada masing-masing kita? Bapa kita mengucapkan semua firman di dalam Alkitab itu kepada Yesus dan para nabi dan sekaligus kepada masing-masing kita, anak-anak-Nya.
Jika siapa saja yang masih bersikeras bahwa Mazmur pasal 2, ayat 7 diucapkan hanya untuk Yesus adalah sungguh-sungguh penipu. Kapankah Allah melahirkan Yesus? Adalah Maria yang telah melahirkan Yesus. Apakah mereka melihat Allah melahirkan Yesus?
Mulai sekarang, jangan lagi kita berdebat tentang sesuatu yang demikian tak berdasar. Karena kita semua berasal dari Bapa yang sama dan telah menjadi saudara sekandung, janganlah kita menyedihkan Bapa kita dengan berbantah satu sama lain. Marilah kita hidup bersama secara harmonis, saling mengerti, saling memaafkan dan saling mengasihi satu dengan yang lain. Bapa surgawi kita, Bapa kandung umat manusia mengucapkan firman di dalam Mazmur pasal 2, ayat 7 kepada Yesus dan kepada setiap kita. Oleh karena itu, Bapa kita tidak menggunakan bentuk tunggal untuk hanya menunjuk kepada Yesus, tetapi mengunakan bentuk jamak untuk menunjuk kepada semua anak-anak-Nya. [Aku (Allah) sendiri telah berfirman: “Kamu adalah allah(-allah), dan anak-anak (Allah) Yang Mahatinggi kamu sekalian]. [Engkau (kamu = jamak) telah Kuperanakkan] (Mzm 82:6; 2:7). Ia menggunakan perkataan, [allah(-allah)], [kamu sekalian] dan [anak-anak Yang Mahatinggi]. Dengan jelas Ia berulang-kali menyatakan bahwa kita sekalian adalah anak-anak-Nya.
Mulai sekarang, saya harap Anda memanggil Allah “Bapa Kandung,” “Ayah Kandung” atau “Ayahku.” Setan, bapa palsu kita menyeret keliling umat manusia dan meracuninya dengan pengajaran-pengajaran palsu selama ribuan tahun. Ia mengindoktrinasi kita dengan pendidikan palsu dari dunia ini, mengeraskan otak kita seperti beton. Untuk segera melepaskan diri kita dari pikiran yang sesat itu, kita harus memanggil Allah “Ayah Kandung” atau “Bapa Kandung.” Akan tetapi, itu tidak berarti dengan memanggil-Nya seperti itu kita dengan sendirinya akan selamat. Tidak jadi soal apakah Anda memanggil Dia “Ayah” atau “Bapa,” saya menganjurkan agar Anda memanggil Dia “Ayah” atau Ayah Kandung” – seperti yang Alkitab minta kita lakukan – sehingga Anda boleh segera melepaskan diri dari indoktrinasi Setan (ilah dunia ini) bahwa Allah menjadikan kita sama seperti binatang-binatang.
Saudara dan saudariku yang terkasih! Marilah kita tidak lagi berdoa dengan tanpa semangat, ”Allah, Bapa yang di surga,” atau “Allah yang di surga,” dengan cara formal seperti yang kita lakukan pada waktu kita tidak mengenal [Allah yang benar], Bapa Kandung kita. Mulai sekarang, marilah kita memanjatkan doa-doa yang bahagia dan berkuasa, yang cocok bagi anak-anak kandung-Nya, doa-doa yang menjangkau jauh ke dalam hati-Nya, dengan mengatakan, “Bapa kami yang di surga!” (Mat 6:9), “Bapaku yang di surga!” (Mat 26:39), “Bapa (Kandung)ku sendiri yang di surga!” (Yoh 5:18), “Ayahku yang di surga!” (Gal 4:6, Terjemahan Umum Korea ), atau “Ayah Kandungku yang di surga!” Jangan pernah lagi kita berdoa kepada-Nya seolah-olah kita adalah putra-putri angkat atau putra-putri tiri, yang memanggil seorang bapa tiri yang asing dan menakutkan. Saya berharap mulai sekarang Anda akan mengangkat bahu dan bersikap sebagai putra-putri kandung yang bermartabat dari Allah yang hidup, Raja agung alam semesta. Jikalau putra-putri kandung dari raja-raja dan presiden-presiden di dunia ini bertingkah-laku dengan penuh martabat dan menikmati hak-hak istimewa yang besar, betapa lebih lagi dengan kita, sebagai pangeran-pangeran dan putri-putri bangsawan, anak-anak Bapa surgawi kita yang adalah Raja agung alam semesta, Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas segala tuhan.
Oleh karena itu, fakta bahwa Bapa kita, satu-satunya Allah yang benar adalah “Bapa kandung kita yang telah melahirkan dan membesarkan kita” telah dengan jelas diungkapkan. Akan tetapi, jikalau masih ada saudara-saudara tertentu yang malu akan kenyataan itu di hapadan orang dan dunia, dengarkanlah firman Tuhan berikut ini – [Aku berkata kepadamu: setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, ... (Aku) juga akan mengakui dia di depan malaikat-malaikat Allah. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, ia akan disangkal di depan malaikat-malaikat Allah] (Luk 12:8, 9).
Dahulu kala di sebuah masyarakat pedesaan, ada seorang bapa yang menyesali hidupnya sebagai seorang petani lalu bertekad, “Saya harus menyekolahkan putra saya sampai ke perguruan tinggi supaya sekurang-kurangnya ia boleh hidup dengan lebih mudah.” Mungkin mudah untuk membayar biaya sekolah anak di perguruan tinggi jika Anda menjalankan suatu bisnis di perkotaan atau bekerja di kantor pemerintah, tetapi sangat sulit kalau Anda hanya bertani dengan menanam padi. Untuk mengirim putranya ke perguruan tinggi, bapa tersebut hidup demikian hemat sehingga tidak dapat membeli makanan yang cukup atau pakaian yang pantas bagi dirinya. Pada akhirnya, lewat pengorbanan dan pelayanan sang bapa, putranya itu menamatkan perguruan tinggi dan bekerja di Kantor Daerah setempat.
Pada suatu hari di musim panas, Kepala Daerah itu mengunjungi rumah anak itu. Ketika Kepala Daerah sedang minum bersama dia di ruang tamu, sang bapa memasuki rumah. Ia tampak begitu lusuh dengan lumpur di seluruh wajah dan pakaiannya karena hari itu ia sedang bekerja di sawah. “Siapakah pria itu?” tanya Kepala Daerah itu. Anak itu berpikir, “Saya lulusan perguruan tinggi. Alangkah memalukan untuk mengakui bahwa lelaki itu adalah bapaku.” Meskipun ia merasa tidak enak, ia menjawab, “Dia adalah buruh tani kami di ladang.” Sang bapa telah berkorban demikian rupa untuknya karena mengasihi dia, dan sekarang putranya itu menyebut dia sebagai seorang pembantu di ladang (jongos, budak).
Setelah kembali ke kantornya, Kepala Daerah itu mengetahui kebenaran yang sesungguhnya, dan memanggil anak itu ke kantornya. Setelah berteriak, “Kau bajingan! Bagaimana mungkin bapamu yang telah begitu berkorban untuk membesarkan Anda, kausebut budak pekerja di ladangmu?” dan seketika itu juga memecatnya. Kita tidak boleh menjadi anak-anak yang tak tahu bersyukur, seperti anak itu, tetapi menjadi putra-putri yang berbakti yang secara terbuka berseru dengan nyaring ke seluruh dunia, “Allah adalah Bapa Kandungku.” Karena kita mengetahui bahwa dari sudut mana pun kita memandangnya, Allah adalah Bapa Kandung kita yang telah memperanakkan dan memulihkan otoritas kita sebagai anak-anak kandung-Nya, kita harus mempermaklumkan ini dengan penuh sukacita. Kita harus secara terbuka membanggakan, “Ia adalah Bapa Kandungku yang telah memperanakkan aku dan paling mengasihiku!” Ini adalah kabar paling gembira, berita terbesar di seluruh alam semesta. Seluruh bumi dan segenap alam semesta harus bangkit berdiri, menari dalam sukacita dan bernyanyi tentang itu untuk selama-lamanya. Saya harap Anda tidak akan lupa bahwa hidup kekal hanya diberikan kepada anak-anak itu yang [mengenal] dan bersukacita atas kenyataan bahwa [satu-satunya Allah yang benar] adalah Bapa kandung mereka (Yoh 17:3).
Bahkan di dunia ini, ada bapa-bapa dengan putra-putri angkat atau putra-putri tiri. Jikalau Anda mengunjungi panti asuhan (di Korea), ada ratusan anak di sana, para “putra” dan “putri” dari direktur panti asuhan itu. Mereka semua memanggil dia (direktur) itu, “Bapa (Ibu).” Akan tetapi, kita mengetahui dengan baik bahwa tidak semua mereka akan meneruskan nama keluarga, memiliki hak waris, dan mewarisi hak miliknya. Hanya putra-putri kandungnya yang secara pribadi diperanakkannya akan menjadi ahli waris. [Tetapi apa kata nas Kitab Suci? “Usirlah hamba perempuan itu beserta anaknya, sebab anak hamba perempuan itu tidak akan menjadi ahli waris bersama-sama dengan anak (kandung) perempuan merdeka itu.” Karena itu, saudara-saudara, kita bukanlah anak-anak hamba perempuan, melainkan anak-anak (kandung) perempuan merdeka] (Gal 4:30, 31).
[Dan hamba tidak tetap tinggal dalam rumah (Bapa surgawi), tetapi anak (kandung) tetap tinggal dalam rumah] (Yoh 8:35). Seorang hamba tidak akan pernah memperoleh keselamatan. Kita harus bersyukur bahwa kita tidak menjadi hamba-hamba. Mereka yang menyalah duga bahwa mereka adalah hamba-hamba harus melepaskan kuk perhambaan untuk selamanya dan hidup sebagai putra-putri-Nya yang terhormat, menikmati hak-hak dan kebebasan dari pengeran-pangeran dan putri-putri surgawi. Seorang hamba tidak menerima warisan dan juga tidak berhak untuk tinggal bersama dengan sang bapa. Kalau begitu, mengapa Alkitab memanggil baik rasul Paulus maupun Yesus sebagai seorang hamba? Meskipun mereka disebut hamba-hamba, itu tidak berarti bahwa mereka adalah hamba atau budak seperti yang dipikirkan kebanyakan orang. Sebaliknya, itu berarti “seseorang yang mengemban sebuah misi,” “seorang putra yang menjalani tugas tertentu.”
Di dalam Alkitab, seorang “hamba” bukanlah seseorang yang menjadi “seorang budak bagi Allah” melainkan “seseorang yang menjalankan suatu tugas, seseorang dengan misi tertentu.” Dengan kata lain, seorang putra yang telah dipercayakan Bapanya dengan sebuah misi. Kita harus menjadi anak dan bukan hamba.
Dahulu kala, mata-mata komunis dari Korea Utara membajak sebuah pesawat penumpang dari perusahaan penerbangan Korea Selatan, Korean Airlines, dan membawanya ke Korea Utara. Setelah membajak pesawat tersebut, mereka merampas semua milik pribadi para penumpang dan apa saja yang bernilai dan kemudian membebaskan para penumpang tersebut. Korea Selatan senang karena penumpang-penumpang itu dibebaskan. Keluarga-keluarga mereka demikian bahagia bertemu dengan mereka sehingga mereka lari menjemput para penumpang itu, merangkul dan menghibur mereka. Akan tetapi, ada seorang reporter, seorang anak muda yang tampan, yang berdiri menatap bapanya seakan-akan tidak mengenalnya. Betapapun sang bapa meminta dia, “Anakku, katakan, ‘Bapa’, hanya sekali,” ia sama sekali tidak bereaksi. Meskipun ibunya juga mendesak dia, “Putraku, aku ibumu. Tolong katakan, ‘Mama’” dia sama sekali tidak menjawab. Kaum komunis itu telah menyiksa dia entah dengan sengatan listrik atau memukul kepalanya dengan sesuatu. Entah apa yang telah mereka lakukan, mereka telah membuatnya menjadi kacau mental. Tak dapat diragukan lagi bahwa dia adalah putra mereka. Akan tetapi anak itu telah hilang kewarasan.
Bapa kandung surgawi kita juga telah menemukan kembali tubuh dan wajah kita yang cantik sekarang ini. Akan tetapi, betapa tertekannya Dia jika kita tidak kembali kepada-Nya dengan segenap hati dan memanggil Dia, “Ayah Kandung”! Mari kita dengan sukacita menemui Bapa Kandung kita yang untuk pertama kalinya kita jumpai setelah ribuan tahun dan memanggil Dia “Papa” dan mengatakan, “Papa, ini saya.” (Yoh 5:18; Gal 4:6, Terjemahan Umum Korea). Bapa kita tidak membutuhkan uang, penyembahan atau sesuatu yang lain dari kita. Hanya mendengar kita memanggil-Nya “Ayah Kandung” dari hati kita sudah cukup. Lalu Ia akan berkata, “Ya, Aku adalah Bapa kandungmu yang telah memperanakkan engkau,” dan merangkul kita erat-erat. Ia akan menjadi demikian bahagia sampai tidak tahu harus berbuat apa.
Di dalam Doa Tuhan, Yesus berkata, “Bapa kami yang di surga....” Sebelum Yesus datang ke bumi ini dua ribu tahun yang lalu, tidak seorang pun di dunia ini yang pernah memanjatkan doa seperti itu. Orang-orang Yahudi, para rabi, dan para imam di Yerusalem berdoa secara basa-basi, “Allah yang agung dan mulia,” atau “Allah yang mahakuasa.” Akan tetapi, Yesus datang dan mengajari murid-muridnya, “Jangan berdoa seperti itu. Sebaliknya, berdoalah, ‘Bapa kami yang di surga,’ atau ‘Bapaku.’” Selama empat ribu tahun, Allah telah menjadi lelah oleh doa-doa sekadar basa-basi dan menjijikkan itu. Ketika anak-anak kandung-Nya berdoa, “Bapa kami,” ada tertulis bahwa itu kedengaran seperti musik di telinga-Nya. Meskipun suatu kumpulan besar seperti orang-orang Yahudi itu berteriak siang dan malam, tidak ada jawaban terhadap doa-doa mereka. Akan tetapi, ketika kelompok Yesus yang kecil itu berdoa di loteng sebuah rumah di Yerusalem, Allah dengan segera menjawab mereka karena mereka bedoa menurut cara yang berkenan kepada-Nya. Itulah bagaimana mereka dapat menerima berkat besar yang menakjubkan yakni turunnya Roh Kudus pada hari Pentakosta. Bahkan ketika kita berseru, “Bapa kami,” kedengaran seperti musik di telinga-Nya; jadi jika anak-anak bungsu-Nya memanggil Dia “Ayah Kandung,” mungkin akan kedengaran seperti kanon bagi-Nya. Ayah Kandung akan segera merangkul anak-anak bungsu-Nya dan berkata, “Ya, [Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan. Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini]”(Luk 3:22; Mzm 2:7). Saudara dan saudariku yang terkasih, saya berharap Anda sekalian akan dapat mengalami reuni yang menggembirakan dan menggugah hati ini.
[Sebab itu janganlah kamu melepaskan kepercayaanmu, sebab besarlah upah yang menantinya ... Sebab sedikit, bahkan sangat sedikit waktu lagi, dan Ia yang akan datang, sudah akan ada, tanpa menangguhkan kedatangan-Nya] (Ibr 10:35, 37). Dalam sekejap saja lagi, kita akan mendengar berita yang paling menggembirakan dan terberkati dari surga – [Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah kerajaan (dunia baru) yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan] (Mat 25:34). Saya dengan tulus berharap bahwa pada hari itu, kita semua akan bertemu satu sama lain dengan bahagia sebagai saudara-bersaudara/saudari kandung, putra dan putri kandung dari Bapa kita, para pangeran dan putri surgawi yang berbahagia, yang menikmati hidup abadi di dalam kerajaan Bapa kita, dunia baru hingga selama-lamanya.

DOALNARA (MAJELIS UMUM NEGARA BATU DEKALOG)
doalnara.com
Semua pertanyaan dalam bahasa Inggris dialamatkan ke: doalnara101@gmail.com; dalam bahasa Indonesia: doalnarask68@gmail.com

No comments:

Post a Comment